#e39608 Melihat Lebih Dekat Situs Tsunami Aceh: Kapal di Atas Rumah - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Melihat Lebih Dekat Situs Tsunami Aceh: Kapal di Atas Rumah


Letak situs tsunami Aceh ini tidak begitu jauh dari komplek penangkaran ikan Lampulo, Banda Aceh. Dari gang sempit jalan Tanjung yang padat penduduk, sebuah kapal besar bertengger di atas rumah. Itulah Kapal di Atas Rumah Lampulo, yang menjadi saksi bisu ganasnya tsunami Aceh 2004 silam.

Beruntung pagi ini saya bertemu dengan Maulidar Yusuf, warga Lampulo yang juga seorang tour guide wisata di Banda Aceh. Ia bercerita panjang mengenai kapal nelayan tersebut.
“Kapal ini berasal dari pelabuhan ikan Lampulo. Saat tsunami datang, ia bertengger disini terbawa gelombang,” cerita Maulidar yang mengajak saya berkeliling komplek wisata ini.

ketika tsunami

Sebuah jembatan menjulang di tengah halaman hingga berhenti disebuah balkon pesegi diatasnya. Tempat yang tinggi menjadikan pengunjung dengan mudah melihat kapal lebih dekat secara menyeluruh. Dek kapalnya sempit. Ditengahnya terdapat kamar yang biasa digunakan untuk awak kapal.

Kapal dari atas

Di bawah lambung kapal juga terdapat prasasti yang menceritakan kisah singkat mengenai kapal ini. Prasasti tembaga ini terdiri dari tiga bahasa; bahasa Aceh, Inggris dan bahasa Indonesia. Memudahkan bagi pengunjung untuk mendapatkan informasi dasar.

Dari depan rumah
Maulidar menuturkan, jika kapal ikan ini berada di atap lantai satu rumah Ibu Abasiah. Gempa dan tsunami besar datang tiba-tiba menghentak kesibukan minggu pagi itu. Warga yang awalnya berada di luar rumah selepas gempa, berlarian mencari tempat tinggi ketika mendengar teriakan air laut naik.

Salah satu tujuan lari mereka adalah rumah Ibu Abasiah yang berlantai dua. Lampulo yang berdekatan dengan laut mengakibatkan kawasan ini termasuk parah dihantam air pekat itu. Berbilang detik, air meninggi hingga mencapai dagu dewasa di lantai dua.
“Sebagian ada yang menerobos ke atap rumah lewat loteng. Ketika melihat kapal merapat ke rumah semuanya diungsikan ke dalam kapal,” tutur Maulidar yang bercerita jika kapal ini menyelamatkan 59 warga. Warga yang selamat bertahan hingga tujuh jam di dalam kapal menunggu air laut surut.

Maulidar lalu mengajak saya berkeliling kedalam rumah. Beberapa bagian rumah tampak hancur menyisakan puing-puing. Di beberapa sudut terlihat jelas batu bata yang mulai terkelupas. Pengunjung masih bisa melihat jelas bekas tapal rumah seperti dapur, kamar tidur, ataupun toilet.

Bekas tapal ruangan rumah




Di garasi rumah yang tak berpintu, sebuah spanduk besar terpajang di dinding ruang. Disana tercatat nama-nama korban yang berjumlah 982  nama.
“Ini semuanya warga Lampulo yang menjadi korban. Kemungkinan jumlahnya bisa lebih, karena ada beberapa keluarga yang memang tidak menyisakan sanak famili. Ataupun sebagian tak sanggup melaporkan nama saudaranya ke pengelola,”

Nama-nama korban meninggal


Setiap memandu tamu di ruang ini, Maulidar selalu menganjurkan kepada pengunjung untuk menghantarkan doa bagi para korban, “banyak yang menangis jika berada di ruangan ini,” lanjutnya.

Dari tangga yang bersebelahan dengan garasi, kami menuju ke lantai dua . Di lantai teratas ini ruangan terbagi dua. Di sebelah kiri tangga ruang sekretariatan, di sebelah kanan terdapat ruangan yang bersisian dengan balkon menjorok keluar. Di ruangan inilah para korban awalnya berkumpul ketika air meninggi sebelum kapal tersebut datang. Konon ketinggian air mencapai dagu orang dewasa di lantai dua. Sehingga bocah-bocah kecil yang mengungsi ke ruang ini terpaksa harus digendong.
“Mereka saling meminta maaf seakan peluang untuk hidup terasa tipis,”

Sekarang ruangan ini menjadi galeri foto. Sebagian foto menggambarkan situasi rumah Ibu Abasih ketika tsunami surut. Juga sebuah foto yang menggambarkan seng atap balkon yang jebol, yang digunakan beberapa warga untuk menyelamatkan diri ke atap rumah tertinggi.

lantai dua yg jadi galeri foto


keadaan kapal saat tsunami. Atap seng balkonnya jebol


Menurut pengakuan Maulidar, hampir keseluruhan kawasan ini remuk rata. Terbukti dengan berdirinya banyak rumah bantuan yang serupa. Hanya beberapa rumah saja yang bertahan dari hempasan.

Walaupun agak sedikit tersembunyi dan jauh dari pusat kota, ternyata objek tsunami ini ramai dikunjungi oleh wisatawan. Termasuk pak Hasri, seorang warga Malaysia yang berkunjung disaat saya bertandang.
“Ini bukti besar tentang tsunami Aceh. Ini sebuah mukjizat,” sahutnya ketika ditanya mengenai tempat ini.

Pak Hasri berkunjung ditemani istri dan dua anaknya. Ini merupakan kali pertamanya ia ke Aceh, “sebelumnya saye sudah mendengar perihal tempat ini,”

Kedatangan wisatawan yang ramai juga didukung dengan fasilitas di komplek ini. Di sudut pekarangan, terdapat bilik-bilik kayu yang menjual souvenir Aceh dan pusat informasi wisata.
“Setiap wisatawan yang datang kemari bisa meminta sertifikat ke pengelola. Sebagai bukti telah berkunjung ke lokasi ini,” ujar Maulidar.

Lalu saya menuju ke pusat informasi yang bersebelahan dengan gerai souvenir. Salmi, seorang petugas duduk sendiri di dalam bilik panas. Di depannya sebuah meja penuh dengan beberapa brosur yang menceritakan kisah hidup para korban. DI belakangnya sebuah kotak persegi berdiri dengan susunan buku di dalamnya.

"Setiap harinya sekitar 70 orang lebih wisatawan yang datang," jelas Salmi yang sejak 2011 lalu menjadi petugas di komplek ini.
Ia juga kerap memandu para wisatawan, dan melihat langsung bagaimana reaktifnya pengunjung menatap kapal besar di atas rumah ini. Kebanyakan terisak, sebagian tersungkur di tribun halaman. Lirih sambil baca doa.
"Bahkan ada bule Perancis yang datang rombongan. Di halaman mereka berdoa dipimpin seorang pendeta,"

Selama bekerja disini, ia kerap melihat tokoh-tokoh penting yang berkunjung kesini. Seperti Irene Handono, Farah Quinn, Lilis Karlina, Cici Paramida, Firman Utina, ataupun Ustad Maulana.
"Bahkan sering menajdi tempat syuting TV swasta," ucapnya mengakhiri obrolan.


 * * *

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

1 komentar:

  1. Wah dahsyat sekali pemandangannya. Semoga warga Aceh selalu bersemangat untuk kembali menjalani kesehariannya.

    BalasHapus