Hitungan hari, Mira melahirkan. Ini kelahiran
anak ketiga kami. Dibandingkan kelahiran pertama dan kedua, persiapan lahiran
ketiga ini tidak seheboh dulu. Perlengkapan bayi tidak banyak kami beli. Sebab
masih banyak barang turunan abang-kakaknya yang masih bagus. Toh, jarak mereka
juga nggak terlalu jauh.
Saya dan Mira lebih pusing menyiapkan
kendaraan untuk menampung kami yang akan berjumlah lima orang ini. Selama ini,
saya dan Mira memiliki sepeda motor masing-masing. Jika sedang berpergian bersama,
kami menyatu dalam satu sepeda motor. Sempit udah pasti! Mana anak-anak
sekarang lagi masa pertumbuhan. Terasa banget sempitnya.
Sempat kepikiran beli mobil. Tapi
tabungannya malah kepakai beli tanah. Alhasil sekarang mulai nabung lagi buat beli
mobil. Beli mobil dalam hitungan hari begini, rasanya mustahil. Walaupun bisa
beli yang bekas. Tapi kami bertekad, untuk pertama harus yang baru!
Diskusi kendaraan baru pun makin sering
terbahas. Bayangkan kami berempat sekarang harus sempit-sempitan di motor yang
body kecil. Makin repot kalau anak-anak ketiduran.
Sempat menyesal jika diingat. Dulu,
beberapa tahun lalu, saat pertama beli motor untuk Mira, saya sempat
mengusulkan beli motor yang body besar. Untuk jangka panjang motor model begini
bagus. Lebih luas dan lapang. Kesannya lebih tangguh. Tapi Mira menolak. Ia takut
nggak bisa bawa, takut kesusahan ketika parkir, takut oleng di tengah jalan.
Berulang kali saya yakinin, “Yah tinggal digas aja, Bund, motornya juga jalan.”
Tapi ia tetap keukeuh. Si abang dealer
juga udah coba yakini. Mira tetap menolak. Akhirnya kami beralih ke motor jenis
lain. Dan pilihanpun jatuh ke motor body kecil yang kami tumpangi sekarang.
Berjalan tahun, saat anak-anak sudah
masuk SD dan TK, keberadaan motor ini menjadi diskusi hangat. Terlebih saat
dalam perjalanan. Motor makin terasa sempitnya. Jika seperti ini, bayangan beli
motor beberapa tahun lalu kembali terlintas.
Coba beli motor yang gede aja. Pasti lebih
luas. Anak-anak nggak kesempitan.
Kalau seperti ini, saya sering colek
Mira, “Nih, coba dulu beli motor besar,” singgung saya.
Kalau begini, Mira cenderung diam. Merasa
bersalah kali. Hehehe …
Niatan beli motor baru kembali terulang
sekarang. Lebih-lebih saat melihat tetangga depan rumah beli motor body besar.
Kayaknya anteng-anteng aja dibawa kemana-mana.
“Tuh, lihat. Enak bener kendarainnya,”
Mira cuma cemberut, “Ya udah, beli aja
lagi,” usulnya.
Kali ini malah saya yang garuk-garuk.
Kalau mendadak gini, mana uangnya. Persalinan tinggal nunggu hari. Alhasil,
kami lebih sibuk searching motor yang sesuai. Melihat brosur dan iklan yang
mampir di beranda sosmed. Tanpa sengaja terlihat YAMAHA LEXi LX 155 cc. Gila ya
ni, motor! Body-nya cakep banget!
Saya tunjukkan ke Mira. Ia pun
sumringah. Memang tampilannya tak jauh berbeda dari series sebelumnya. Tapi
yang ini jauh lebih sporty dan fiture-nya banyak yang di-upgrade.
Tampilannya jauh lebih mewah.
“Ini aja, Bang. Body-nya keren!”
Body-nya yang besar cocok untuk kami
bepergian. Jok motornya pun lebih luas dan lapang.
Seketika saya memboncengi Mira dan anak-anak.
Uqaiel, anak pertama sumringah tiada henti. Dibandingkan dengan adiknya, Uqaiel
cenderung ekspresi. Sepanjang perjalanan ia girangnya minta ampun. Terlebih dek
kaki YAMAHA LEXi LX 155 CC ini luas dan rata. Uqaiel tidak kesempitan saat memilih
duduk di depan. Saya pun nggak kerepotan saat mengendarai motor ini.
Walaupun body LEXi LX 155 CC ini
terbilang besar, ternyata saat mengendarainya tidak berasa beratnya. Enteng
aja. Selidik punya selidik, rupanya motor sebesar ini beratnya hanya 118 kg. Ban
tubeless lebar memudahkan saat berjalan.
Saya pun ngegas sekuat mungkin. Melintasi
jalanan kota Banda Aceh yang lengang siang itu. Cuaca lumayan terik. Tapi kami
tetap kegirangan, rasa panas rasanya lenyap. Walaupun dikendarai kencang,
ternyata motor ini nggak bising.
Mira dan bocah-bocah berulang kali berteriak
saat motor yang kami tumpangi mengerem mendadak. Mereka takut terjerembab.
Lebih-lebih Uqaiel yang trauma gara-gara pernah jatuh saat melintasi polisi
tidur beberapa waktu lalu.
“Tenang, ini bannya anti lock braking. Bannya
nggak mudah selip kalau ngerem mendadak,” ujar saya meyakinkan.
Kami tetap lanjut perjalanan. Rencananya
mau singgah ke pantai sambil makan siang. Tapi karena ini perjalanan mendadak,
jadi Mira tak sempat menyiapkan bekal. Kami pun singgah ke warung dan
supermarket. Membeli banyak makanan. Tapi melihat tentengan begitu banyak, kami
jadi bingung. Ini gimana cara bawanya.
Ketika saya buka jok bawah, alangkah
kagetnya saat melihat bagasinya. Waduh! Besar sekali. Ini mah, bisa muat banyak!
Akhirnya semua jajanan saya tumpahkan ke sana.
Kami terus melaju. Melewati jalanan
bebatuan. Jalan menuju pantai ini kurang mulus, tapi Yamaha LEXi LX 155 cc
tetap nyaman saat dibawa. Lebih bersyukur lagi, ternyata bensinnya jauh lebih
hemat! Bayangkan 1 liter mampu menempuh 55 Km!
Motor ini juga punya fitur Stop &
Start System yang bikin konsumsi BBM lebih hemat karena mesin motornya
otomatis mati jika berhenti. Kalau kepingin tahu konsumsi BBM, saya bisa cek di
fitur Y-Connect yang terkoneksi ke HP. Dari fitur ini saya bisa tahu
informasi oli dan aki, lokasi parkir, notifikasi pesan dan telepon, sampai riwayat
berkendaraan.
Berselang beberapa menit lagi sampai ke pantai.
Mira mengabari jika handphonenya kehabisan baterai. Bergegas saya mengisi daya
HP-nya dengan electric power socket yang ada di motor. Mira sempat kaget
dan kagum. Kok keren, bisiknya. Bersyukur sih beli motor ini, fiturnya lengkap!
Sampai isi batere pun bisa.
Sesampai di pantai, bergegas saya
memarkirnya motor. Tak perlu repot cabut kunci. Sebab LEXi LX 155 cc punya smart
key system, bentuknya kayak remot. Lebih praktis dan aman nggak takut
digondol maling.
Siang itu pantai agak sepi. Mungkin
cuacanya yang panas bikin orang-orang malas untuk datang. Tapi nggak dengan
Mira dan anak-anak. Mereka bertiga sibuk bermain air. Saya menghabiskan waktu
di pondok. Duduk, minum air kelapa, dan rebahan.
Sangking lelahnya perjalanan, saya
ketiduran. Sampai Mira panggil berulang-ulang.
“Bang, bang! Bangggg!” ia
mengguncang-guncang tubuh saya. Samar-samar saya lihat wajah Mira.
“Bang! Bang! Bangun!” teriaknya lagi.
“Ngapain sih tidur di ruang tamu! Mau
maghrib, anak-anak mau pergi ngaji!”
Gelagapan saya kebangun! Pusing menyergap.
Waduh! Kok di sini.
“Itu kenapa lagi banyak brosur motor,”
tunjuknya.
Kepala saya keliyengan. Melihat
tumpukkan brosur motor dengan beragam merek.
“Jadi besok ke dealer? Jadi beli motor?”
tanyanya lagi bertubi-tubi.
Ia mengusap-usap perutnya, “Udah tau
beli yang mana?”
Saya hanya diam. Membatin. Kayak tau
deh, beli yang mana. []
0 komentar:
Posting Komentar