#e39608 Saat Tuhan Mengubah Jalan Hidupku (Cerita Resign dari Bank) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Saat Tuhan Mengubah Jalan Hidupku (Cerita Resign dari Bank)

Rabbi mengikat cerita ini begitu rumit. Dengan angka-angka yang saling mengikat. Terkadang kehendak tak selalu sesuai dengan kenyataan. Ada Rabbi pengatur segala yang terkadang tak paham. Hingga hari ini, semua angka-angka ini seakan menyatu; 24, 28, dan kisah 4 yang silam.  Inilah sebuah #TitikBalik




























Sebenarnya telah lama ingin menulis ini. Sangat lama. Berbulan-bulan silam. Tapi kerap kuurung. Aku memilih waktu terbaik. Yang merangkul segala angka-angka di atas menjadi kesatuan cerita sendiri. Cerita tentang pilihan, takdir, dan penambahan.

Semalam niatan itu hadir lagi. Tapi kutekan. Aku memilih membatalnya. Dan menunggu hari ini.

Allah sungguh baik. Ia menghadirkan aku dalam keluarga yang baik. Lengkap. Ramai (sangat), dan  bersatu. Ketika itu tepat 24 September silam. Aku dilahirkan di sudut Banda. Bapak dan Ibu adalah PNS biasa. Tak berlebih. Hanya mampu membangun rumah bergaya 80an. Si bungsu hadir tujuh tahun kemudian. Menggenapkan kami sepuluh bersaudara.

Maka cerita hidup berjalan sebagaimana biasanya. Cerita-cerita silam tentang memaksa untuk berkecukupan. Ayah yang terjerembab akibat stroke. Ibu pengabdi negara. Dan ketika berkumpul, hingga kini, masa susah itu kerap diceritakan. Sebagai pensyukur hidup atas nikmat kebaikan sekarang.

Itu 28 tahun silam.

Allah menggenapkan umurku pagi ini. Ketika tersedak dari tidur, aku masih melihat matahari masuk dari jeruji kamar. Udara hangat. Lalu lintas padat. Suara menyalak. Serta nikmat hidup. Rabbi mengizinkan aku untuk menumpang lagi di buminya. Hari ini.






















Entah mengapa aku merasa tahun ini begitu berwarna. Melebihi fragmen-fragmen drama diatas pentas. Setiap kali teringat, aku menyadari mungkini ini jalan Rabbi yang dibentuk selayak puzzle yang rumit. Menikmati? Jelas? Bersungut? Kerap.

Seperti menyusun puzzle. Tangan, pikiran berpacu dalam satu irama. Mencari kesempurnaan dan kelengkapan. Hingga terbentuk sebuah gambar hingga tahu makna tersirat.

Dan itu bermula 4 bulan lalu.

Hari ini 24 september. Aku merasa tanggal tepat menceritakan segala hal. Tentang penambahan, takdir, dan pilihan.

Seperti itulah pilihan yang kuambil 24 Mei silam. Tepat 4 bulan lalu. Aku memilih resign dari tempat yang menurutku mampu memberi kebaikan keuangan. Pikiranku berkecamuk. Entah dari banyak hal. Luka,  penghargaan, hingga penolakan perasaan.


























Aku bekerja menjadi seorang frontliner pada sebuah bank. Bank asing yang jaringannya mendunia. Itu kulakoni sejak 2010 silam. Memiliki penghasilan lebih dari cukup bagi aku yang masih sendiri. Mempunyai penghasilan lebih diatas rata-rata dibanding mereka abdi negara.

Bekerja sebaik mungkin. Senyum cerah saban pagi hingga senja. Bergelut dengan milyaran rupiah. Berkenalan dengan banyak nasabah. Menghadiri acara ini itu. Hingga akhirnya titik kekesalan, jenuh berpadu setahun silam. Tahun 2012.

Ada banyak kejadian yang membuatku untuk lantas pergi. Atas banyak dasar aku memilih demi kebaikan pikiran, jiwa, dan batin. Aku butuh setahun untuk memutuskannya. Menyimpan segala sesak seorang diri. Berkusut wajah. Merutuk apa yang terjadi. Menyimpan seorang diri hingga nyaris galau bertubi-tubi.

Untuk segala hal aku termasuk tertutup. Enggan bercerita. Sebab mendengar komentar orang lain adalah keengganan. Nasehat yang menurutku terdengar basa-basi. Hingga kemudian rapuh menghinggapi.

Ariel, abangku, adalah orang pertama yang kuceritakan atas apa yang berkecamuk. Saat itu aku enggan bercerita pada Ibu. Ia terlalu lelah dengan segala kehidupan. Di usianya yang senja tak baik rasanya menambah beban pikirannya.





























Namun batin Ibu melebihi langit-langit. Ia seakan mahfum menembus perasaan. Dan sejurus kemudian kerapuhan itu hinggap lagi. Disaat petang aku menceritakan segala hal.
“Ibu nggak tau bagaimana, tapi kalo memang mau resign semoga Allah kasih yang lebih baik,” ujarnya.

Dan keinginan untuk pergi semakin sempurna pertengahan tahun lalu. Tekadku bulat. Walau terkadang ketakutan menghujam kuat. Ketakutan yang menurutku sangat logis: apa setelah ini ada tempat kerja yang menampung? Kalau tidak ada bagaimana? Ada ribuan pengangguran diluar sana! Usia tak lagi muda.

Maka saat itu langsung terbesit. Aku harus menyiapkan diri. Kubuka tabungan di bank lain. Setiap tanggal gaji, ku invest disana separuhnya. Membeli beberapa barang investasi. Saat itu pikiranku berjalan cepat. Disaat resign akan ada masa pengangguran. Tidak ada penghasilan hingga berbulan-bulan. Maka disaat itulah tabungan ini berfungsi untuk sekedar isi minyak sepeda motor, ngopi di warung, atau mengisi pulsa.

Teman dekat di kantor kukabari niatan ini. Mereka kaget, tapi tahu mengapa alasan kuatku menggebu-gebu. Bahkan setelah banyak kejadian menerpaku. Luka, penghargaan, hingga penolakan perasaan.Sebagian mendukung dengan petuah-petuah kebaikan.






















Setelah cukup amunisi kabar ini kusampaikan ke manajemen kantor. Kaget! Tapi terserahlah. Niatku bulat. Maka keesokannya kabar ini disampaikan saat briefingpagi. Semua rundung. Waktuku tinggal sebulan lagi disana. Membereskan segala berkas-berkas. Sedih menyergap-nyergap.

Aku merasa terjebak dalam tubuh berbeda selama tiga tahun. Dan 24 Mei cerita itu tamat. Ketika bangun tidur dan menyadari ini adalah hari terakhirku semangat seperti menyalak. Kulayani nasabah dengan baik. Kubantu transaksi mereka hingga terakhir kali. Tak niat sedikit pun menceritakan kepergianku. Sebab aku enggan mendengar komentar.

































Dan cerita lengkap menjadi frontliner selama tiga tahun itu tamat tepat jam 16:00 WIB. Tamat disaat jam pelayanan nasabah usai. Disaat aku menutup counter. Disanalah segala kisah usai. Walaupun tak tahu apa yang harus aku lakukan selepas ini, tapi tanganku mengacung tinggi saat itu. Bebas!

Maka perjamuan terakhir berlangsung menyedihkan. Seluruh kantor melepaskanku di sebuah perjamuan. Makan besar. Hingga ditutup dengan tangisan. Meredam segala luka, nista penghargaan dan melihat ini sebuah jalan Tuhan. Aku pergi.

Aku seperti terlahir baru keesokan harinya. Tanpa kerja mengikat. Pagi tak lagi terasa buru-buru. Kuhabiskan waktu bebasku pertama kali untuk berkeliling kota. Hal sangat jarang kulakukan selama tiga tahun belakang. Melihat buku-buku terbaru di toko buku. Hingga makan mie caluk di pinggir jalan.

Resign ini kusimpan rapat. Banyak yang tak tahu, terutama teman-teman diluar sana. Tapi kegemaranku memposting tulisan disaat jam sibuk. Share isi blog di jam kerja. Hingga mengupdate status berulang-ulang menumbuhkan pertanyaan.
“Ferhat nggak kerja lagi?”

Hingga disanalah telingaku menangkap komentar-komentar memekakkan. Aku dianggap terlalu kekanak-kanakkan, terlalu sombong untuk meninggalkan pekerjaan disaat orang pengangguran. Tidak mensyukuri nikmat. Hingga merasa seperti tidak bertanggung jawab. Bising hingga perih. Tak sekali tapi berulang-ulang.

Maka disanalah aku belajar untuk menutup telinga kesekian kali. Tak lagi mendengar ocehan dan komentar orang-orang yang hanya tahu permukaan saja. Mengabaikan suara-suara menyakitkan itu. Sebab memutuskan ini butuh waktu setahun. Bukan atas satu pekara.

termasuk hadirnya www.ferhatt.com pasca resign


























Maka selepas itu kukejar passionku. Menulis. Kembali ke perasaan. Aktif menulis di blog, mengejar moment-moment penting dalam menulis. Menjadi wartawan media online. Hingga menyelesaikan naskah untuk buku sendiri.

Sebab disaat seperti ini cuma diri sendiri sebagai penguat. Bukan orang lain. Semua kucipta dinamis. Mendengar lagu-lagu penyemangat. Tidak membiasakan diri bangun telat disaat waktu begitu bebas. Menulis hingga kalap. Dan membiasakan diri tanpa penghasilan tetap.

leyeh-leyeh di Samosir










































Ternyata dunia tidak seburuk dipikirkan setelah itu. Allah seakan memperlebar langkah dimana-mana. Mendapat tawaran ini itu. Berjalan-jalan ke Pulau Samosir, Bali, Bandung yang dulunya sangat susah untuk sekedar liburan. Allah membalas waktu sibuk dulu dengan sangat baik.

Menikmati shalat Dhuha. Beritikaf Ramadhan. Shalat di awal waktu yang dulunya sangat susah kujalani sebab kepadatan kerja. Bukankah Allah semakin dekat, disaat kita mengingatnya lebih dekat?
Dan selepasnya ketenangan dan pikiran batin yang lebih terasa. Masalah rezeki serahkan kepada yang Diatas. Bukankah segalanya telah diatur?

kenangan ultah setahun lalu di kantor









































Aku menulis catatan ini di pojok warung kopi. Untuk tahun ini entah mengapa ulangtahunku ingin kuingat sederhana. Tak ada gembar gembor selayak dulu; tumpahan tepung yang disiram teman sekantor, black forest dengan lilin angka diatasnya, kado ini itu, atau jamuan selepas itu. Entah mengapa dengan banyak hal yang terjadi, aku memilih berdiam untuk tahun ini.

Merasakan sendiri ketika Allah memperpanjang nafasku. Merefleksi atas apa-apa yang terjadi atas berubah kisah yang kurasa sangat cepat dalam 4 bulan terakhir.

Tanggal pemberitahuan ulangtahun di facebook kulenyapkan seminggu lalu. Tak ada kicauan yang memenuhi beranda sejak tengah malam tadi. Kuhilangkan. Kujalankan normal.

Namun Allah selalu mengirim orang-orang terbaik dalam hidup ini. Mawla, adik bungsuku mengetuk pintu kamar ketika pagi masih larut. Ia menghadiahi sebuah T-Shirt dengan warna kesukaanku abu-abu. Hal yang mengharukan.

Humaira, kakaku, mengirim selamat ulangtahun ketika malam buta. Dan selepas itu satu persatu SMS masuk mengucapkan selamat dari teman-teman. Sedangkan Ariel, abangku malah biasa aja. Padahal dia yang sering rese’ kalau pulang ke rumah. Numpang tidur di kamarku, pinjam laptop untuk main game, pinjam kain sarung untuk shalat, maksa-maksa baca blognya, mendengar cerita-ceritanya yang kadang nggak penting.

Maka di hari ini, 24 September, Allah menggenapkan aku menjadi 28 tahun. Mengingatkan aku apa-apa yang terjadi 4 bulan silam.
*

Rabbi, bantu aku memelukmu lebit erat. MengingatMu seerat tulang mengikat.
Dan tinggikan aku dalam derajat.
Terimakasih Allah atas segala kebaikan, kemudahan, kelancaran, serta kesehatan.

Happy birthday to me!


## Ini tulisan ke100 di blog ferhatt.com (moment yang tepat!)


24 September 2013, di sudut warung kopi

Sore menggila, jalan padat. Malam menjelang PKA


About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

21 komentar:

  1. ;(( ;(( ;(( ;(( ;(( ;(( ;(( ;(( ;((

    Selamat Ulang Tahun Bang Ferhat!
    Ini hadiah ulang tahunnya : http://eliteword.blogspot.com/2013/09/ferhatologi.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Aslan..
      tulisa Aslan mengharukan.. izin abg posting juga di blog abg yaaa...

      Hapus
  2. Bang Ferhat. Guah suka banget ama foto keluarganya. >_< Tapi belum ada Dek Al yah? hehe. Ini kado ulang tahun dari Sanah bang. [ikut2an Aslan. :D ] http://nurhasanahdalimunthe.wordpress.com/2013/09/24/kehidupan/ 8-)

    BalasHapus
  3. aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... gila nyentuh banget bang kata2 na
    berlinang air mata... sama seperti yang aku rasakan saat ini
    seenggaknya baca blog abang bisa menambah semangat ar lagi

    and.. HAPPY B'DAY.. all u wish the best

    BalasHapus
  4. selamat ulang tahun adinda ferhat. Semoga Allah SWT memberkahi semua yg adinda lakukan. Salam kenal dari kakanda indah di banda aceh juga.. *_~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih kaka Indah.. salam kenal.. semoga kita sehat selalu ya..

      Hapus
  5. ini bisa menjadi sebuah cerita inspiratif buat orang2 yang mengejar passionnya..selamat ulang tahun ferhat semoga selalu dalam lindungan Allah,,

    BalasHapus
  6. Memang gak semua orang bisa ngerti kondisi hati kita dalam sebuah pekerjaan ya bg, ada sodara vina yang lepaskan PNS demi ingin menjadi full-mother buat anak-anaknya yg mash kecil, byk yg menentang, tp akhirnya malah beliau lebih 'sejahtera' sekrg dg bekerja sesuai passionnya tanpa meninggalkan anak-anaknya...

    Btw, Happy Birthday bg Ferhat, semoga segala impiannya tercapai ... cheer

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih Vina.. semoga selepas ini keadaan menjadi lebih baik.
      bantu doa yaa...

      Hapus
  7. Ferhat, cuma mau bilang, Tetap semangat!!

    *ini kali pertama abang komen, karena memang pantas sekali dikomentari. btw, yang ab komentari tulisannya ya...jalan hidup ferhat, biarlah ferhat sendiri yang mengomentari, ab baca-baca aja. lebih seru! :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahhahahhahaa....
      hadiahnya jangn lupa dikirim bang.. :))

      Hapus
  8. Sebenarnya resign-nya ferhat bukan cuma bermanfaat bagi ferhat, tapi juga bagi org lain. Krn otomatis ferhat sudah 'membuka' lapangan kerja baru :D Selamat menikmati masa2 santai dan belated happy birthday ya.

    BalasHapus
  9. Gara gara tulisan ini. Gua gak bisa tidur... mau niat resign juga dari dunia persilatan

    BalasHapus
  10. Gara gara tulisan ini. Gua gak bisa tidur... mau niat resign juga dari dunia persilatan

    BalasHapus