sumber: garuda-indonesia.com |
Sail Sabang Daya Tarik Pariwisata -- Saat masih kerja di Medan beberapa tahun lalu, saya ditanyai salah
seorang teman kantor.
“Hat, kalau ke Aceh lewat darat aman, nggak?”
Lain waktu, teman berbeda juga tanya, “Kalau ke Aceh, harus pakai jilbab,
ya?”
Sebenarnya agak kesal. Hal-hal begini masih saja ditanyai orang-orang di
luar sana. Kesannya Aceh masih mencekam, menakutkan, dan sulit menerima
perbedaan. Padahal saat itu tahun 2013. Ketika Aceh sudah aman-amannya dan
informasi begitu mudah didapat. Tapi, tetap saja gambaran Aceh yang mengerikan
dan mencekam sulit untuk diubah. Mungkin salah satu alasannya informasi
mainstream yang salah memberitakan Aceh.
Kejadian ini bukan sekali dua kali saya alami. Setiap kali ke tempat
berbeda di luar Aceh, pertanyaan serupa selalu terulang-ulang. Bahkan dengan
pertanyaan yang lebih ekstrem.
“Ke Aceh harus pakai paspor, nggak?”
Haduh!
Kepingin rasanya berterik sekeras-kerasnya, ACEH SUDAH AMAN tepat di
depan mereka. Namun, sekedar berteriak tanpa fakta tentu sulit untuk diterima.
Harus ada langkah nyata untuk mengubah image tentang pandangan itu. Mungkin
salah satunya lewat pariwisata.
Saya semakin menyadari pariwisata cara jitu untuk mengubah pandangan orang
luar dengan belajar dari negara Kamboja dan Vietnam. Dua negara di Asia Tenggara yang dulunya
terkucil dari dunia luar dan mengalami konflik panjang. Namun, perlahan
gambaran itu semakin pudar. Kamboja yang terkenal dengan pembantaian Khemr
Merah berhasil mengubah wajah negaranya dengan ramah. Begitu juga dengan
Vietnam. Negara komunis yang dulunya cenderung tertutup dari negara luar
perlahan mulai membuka diri. Denyut wisatanya pun semakin bergerak. Wisatawan dunia
mulai melirik Vietnam sebagai destinasi baru. Terbukti, pesawat komersil
VietJet Air-milik Vietnam-mulai berambah penerbangan di banyak negara, termasuk
di Indonesia.
Mungkin hal sama bisa berlaku dengan Aceh. Mengubah wajah buruk dunia
luar dengan wisata. Salah satunya melalui Sail Sabang.
Perhelatan akbar ini pertama kali saya dengar setahun lalu. Dari
referensi yang saya baca, Sail Sabang merupakan bagian dari perhelatan tahunan Sail Indonesia. Sebelum di Sabang,
kegiatan ini pernah di gelar di Bunaken, Banda, Belitung, Morotai, Pulau Komodo,
Rajaampat, Tomini, dan Selat Karimata. Tujuannya untuk mengembangkan sektor pariwisata
terutama wisata bahari.
Menurut saya, Aceh beruntung terpilih menjadi lokasi Sail Indonesia di
tengah banyaknya daerah-daerah maritim lainnya di Indonesia. Ini peluang besar
untuk mengubah image Aceh sehingga
tidak ada lagi yang ketakutan ke Aceh atau lontaran pertanyaan konyol seperti
di atas.
Sebab apa? Selama perhelatan, ditaksir ribuan orang akan tumpah ruah ke
Sabang. Daya tarik pariwisata Sabang yang selama ini masih minim diketahui
orang banyak, diyakini akan terkuak.
Orang-orang yang selama ini hanya mengenal Sabang Fair, Iboih, Gapang, atau
Tugu Nol Kilometer diajak untuk melihat objek wisata Sabang lebih dalam. Sehingga
mereka akan tahu, ternyata Sabang kaya dengan wisata. Ada Pulau Klah yang masih
perawan, air terjun Pria Laot, gunung berapi di Jaboi, pantai Ujung Kareung yang masih bisa
dieksplore. Dampak dari kegiatan ini pasti juga akan terasa di Banda Aceh, terlebih
lagi transportasi pariwisata dari Sabang ke Banda Aceh juga semakin mudah
dilalui.
Menurut Kepala Dinas Pariwisata Aceh, Reza Fahlevi, ada 23 kegiatan
selama Sail Sabang yang akan berlangsung 28 November-5 Desember 2017. Kegiatan
ini bukan hanya fokus pada wisata bahari, tetapi juga wisata budaya dan alam.
Konon juga ada 100 yacht, 15 kapal besar dari berbagai negara yang akan
berlabuh di Sabang.
Kalau sudah seperti ini, kenikmatan apa lagi yang dapat
dipungkiri dari Sail Sabang?
Template blog abang asik kali dipandang. Adem gitu.
BalasHapusIni gratis atau berbayar?
Rencananya, Aini mau permak ainiaziz.com juga biar cantek sikit