#e39608 Abdul Halim; Memerdekakan Warga Desa dari Tumpukan Sampah - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Abdul Halim; Memerdekakan Warga Desa dari Tumpukan Sampah

 


Jumat sore pertengahan Desember 2021 terasa berbeda di Desa Blang Asan. Cuaca terasa sejuk menjelang senja. Sebuah tenda kecil berdiri di tengah lapangan. Tenda itu meneduhi barisan kursi-kursi plastik berwarna cerah. Puluhan warga desa duduk rapi. Sebagian lagi baru tiba mencoba mencari kursi kosong yang tersedia.

Lapangan Desa Blang Asan terlihat ramai. Mereka sedang tidak menonton sepak bola yang kerap ditandingkan pemuda desa. Mereka hadir mengikuti launching Bank Sampah Asri (BSA), sebuah program pengelolaan sampah yang dilakoni warga desa sejak beberapa waktu lalu.

Di atas mimbar, saat menyampaikan sambutan, Abdul Halim terlihat bahagia sekaligus haru. Ia tak mengira, kegelisahannya terhadap sampah yang berhamburan di desa telah mengantarkannya hingga ke titik ini. Sebuah titik yang bukan hanya mengubah kisah hidupnya, tetapi juga warga desa. Sebuah aksi ganjil bagi warga desa yang kerap memandang sampah bukanlah ancaman bagi kehidupan.


 ****

 Blang Asan merupakan sebuah desa di Kecamatan Peusangan Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh. Jaraknya sekitar lima jam perjalanan darat dari ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh. Bagi masyarakat Aceh, Bireuen terkenal sebagai Kota Juang. Sebab ketika masa Agresi Belanda 1948, kabupaten ini pernah dijadikan ibu kota negara selama seminggu, Saat itu, Presiden Republik Indonesia, Soekarno, memimpin negeri ini dari Bireuen. Ia mengasingkan diri setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah Belanda.

Walau hanya seminggu, sejarah Bireuen dalam mempertahankan kemerdekaan dikenal luas, terutama bagi masyarakat Aceh. Namun, daerah ini belum merdeka dalam mengelola sampah. Warga masih harus bertarung dan berperang menghadapi tumpukan sampah yang memenuhi sudut-sudut kota. Sampah telah menjadi ancaman lama yang harus segera diperangi.

Sampah di Bireuen adalah masalah besar. Daerah ini terbilang sibuk sebab menjadi jalur lintas menuju Sumatra Utara. Banyak usaha ekonomi yang bergeliat di daerah ini yang akhirnya menghasilkan banyak sampah. Sampah-sampah itu berserakan di tepi jalan. Bertumpuk dan tak terangkut dengan maksimal. Bahkan, Tempat Pembuangan Sementara (TPS) di Jalan Pasar Induk Cureh (PIC) Kota Juang, Bireuen telah melebihi kapasitas. Padahal pemerintah kabupaten ini telah menggelontorkan dana mencapai Rp5 miliar, namun masalah sampah ini juga belum terselesaikan.

Masalah sampah di Bireuen ini pun menjadi isu hangat di media-media lokal. Tidak adanya pengelolaan sampah yang baik serta minimnya armada pengangkutan sampah menjadi alasan sampah berserakan. Kondisi semakin di perparah dengan penolakan warga terhadap pembangunan Tempat Pengolahan Akhir. Warga pun memilih alternatif lain, membuang sampah di selokan atau di sungai.

Sebagai putra daerah, masalah ini telah memantik nurani Abdul Halim untuk bergerak lebih. Lelaki kelahiran Bireuen ini terbiasa aktif di lingkungan sosial. Ia pun memberanikan diri untuk terjun menyelesaikan masalah sampah di Bireuen. Abdul sadar aksinya ini tidak akan mampu memulihkan dan menghilangkan sempurna sampah di Kabupaten Bireuen. Namun inisiatif ini setidaknya memperbaiki hal-hal kecil yang ada di sekitar sekaligus mengurangi permasalahan di lingkungan terdekat. Aksi seperti ini sudah sering ia lakukan. Terlebih di tahun 2017, ia telah bergabung di sebuah LSM lingkungan untuk menyelamatkan Sungai Peusangan.

Empati lingkungan ini yang terus ia pelihara dan mengasah jiwa sosialnya. Di tahun 2019, Abdul pun mencoba bergerak dengan sederhana. Ia memanfaatkan motor roda tiga untuk memfasilitasi petugas menjemput sampah di rumah-rumah warga. Sebab ia sadar, selama ini warga kesulitan membuang sampah sebab minimnya fasilitas antar jemput sampah. Sehingga sampah-sampah pun menumpuk di pinggir jalan.

“Sebab sampah itu kan sebenarnya berasal dari kita. Kita juga yang harus bertanggung jawab, minimal memilahnya di rumah,” ujar alumni Sosiologi Universitas Malikul Saleh ini.

Aksi yang awalnya dianggap sederhana ini rupanya memantik antusias warga. Petugas pun berhasil melayani 60 keluarga untuk diambil sampahnya setiap dua kali sekali. Cara ini terbilang efektif, setidaknya sampah-sampah yang awalnya berserakan mulai berkurang. Warga pun perlahan mulai teredukasi mengelola sampah rumah tangga.

Kegiatan ini terus dilakoni Abdul Halim hingga tahun 2020. Ia mencoba membangun komunikasi bersama perangkat Desa Blang Asan. Ia bersyukur dipertemukan dengan perangkat desa yang sangat welcome dengan ide perubahan ini.

“Saya memilih Blang Asan karena desa ini terletak di perkotaan yang warganya kesulitan untuk mengelola dan membuang sampah karena keterbatasan lahan,” kenang Abdul.


 

Dua Program yang Ditawarkan

Ada dua program awal yang ditawarkan Abdul Halim di Desa Blang Asan. Dua program itu adalah menyediakan alat angkut sampah dan bank sampah. Ia menargetkan Desa Blang Asan menjadi desa bersih yang warganya tidak lagi membuang sampah sembarangan. Strategi ini pun semakin mudah diwujudkan ketika perangkat desa menyambut baik dan mengeluarkan kebijakan bagi warganya agar ikut berpartisipasi. Tercatat ada 60 dari 110 kepala keluarga yang terlibat program ini. Tentu jumlah ini sangat menggembirakan.

“Kepala desa bisa mengeluarkan kebijakan, tapi ajakan persuasi kepada warga tetap dilakukan agar program ini terkesan tidak memberatkan,” ungkapnya.

Jika dipikir-pikir, ide program yang ditawarkan Abdul ke desa sangatlah sederhana. Namun terkadang ide sederhana tak akan terwujud jika tidak ada yang menggerakkan. Abdul Halim bekerja sama dengan perangkat desa dan BUMDES untuk mengelola program ini. Beberapa warga ditunjuk sebagai petugas sampah. Dua hari dalam seminggu, mereka bertugas mengambil dan mengangkut sampah-sampah dari rumah warga. Mereka dibayar oleh desa untuk bekerja di unit BUMDES ini. Proyek ini juga telah mendorong desa menyediakan tong sampah. Padahal sebelumnya warga harus menyediakan sendiri tong sampah itu.

“Kita tidak ingin dituduh program ini sekadar seremoni belaka yang tidak ada hasil. Dari awal saya cetuskan, jika program ini dapat menghasilkan (uang) bagi petugas dan desa,” ungkap Abdul.

Ia pun mencari strategi agar partisipasi warga tidak terhenti di tengah jalan. Sebab itu, Abdul Halim mencanangkan bank sampah yang dapat menghasilkan pundi tambahan bagi warga desa. Ia mengajak para ibu-ibu untuk terjun terlibat dalam aksi ini. Sebab ia menyadari ibu adalah garda terdepan yang paling memahami sampah di rumah tangga. Terlebih lagi sampah rumah tangga termasuk penyumbang terbanyak di Bireuen.


Bank Sampah untuk Lingkungan Asri

Dari bank sampah ini, warga diajak untuk memilah sampah rumah tangga secara mandiri. Mereka mengumpulkan sampah dan membawanya ke Bank Sampah Asri untuk dikonversikan menjadi rupiah sesuai berat kilo yang dikumpulkan. Bahkan para warga mendapatkan buku tabungan yang mencatat rincian penghasilan yang mereka dapatkan. Ibu-ibu rumah tangga kerap datang mengantarkan sampahnya untuk ditimbang. Pemandangan ini pun menjadi hal lumrah di Desa Blang Asan.

“Ini adalah sebagian manfaat yang dapat terukur dari proyek ini. Namun di balik itu, ada banyak manfaat lain yang tidak terukur yang juga dirasakan warga seperti adanya pelatihan hingga kolaborasi dengan berbagai pihak.”

Buku tabungan Bank Sampah Asri inilah yang diluncurkan pada penghujung Desember 2021 di Lapangan Blang Asan. Perjalanan panjang yang telah dilakoni Abdul Halim perlahan terbayar. Terlebih Keuchik (kepala desa), Sekretaris Camat Blang Asan, hingga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bireuen mengapresiasi usaha dan program ini.

“Kami berharap keberadaan bank sampah ini mendapat dukungan dan berkelanjutan demi menyelesaikan persoalan sampah di tingkat desa,” harap Sekretaris Camat yang turut hadir Jumat sore itu.

Hal senada juga diungkapkan Keuchik Sugianto, “Blang Asan telah mengelola sampah secara terintegrasi sejak tahun 2020. Sampah rumah tangga dipungut oleh petugas desa. Kami juga mendirikan bank sampah sehingga warga dapat menabung sampah dan memperoleh keuntungan secara ekonomi.”


Inspirasi bagi Indonesia

Abdul juga berencana akan membudidaya manggot agar sampah organik rumah tangga dapat diolah. Jerih upaya ini pula yang mengantarkan Abdul Halim meraih Apresiasi Tingkat Provinsi 12th SATU Indonesia Award 2021 dari ASTRA. Namanya disandingkan dengan 84 penerima lainnya yang berasal dari berbagai provinsi di Indonesia.

Ia tak pernah menduga aksi yang ia jalani ini diapresiasi sebagai salah satu aksi yang memberikan inspirasi bagi Indonesia. Ia bersyukur langkah ini semakin mempermudahnya untuk membangun lingkungan yang lebih baik serta membuka jaringan luas demi menyukseskan program ini.

“Astra telah membantu saya membuka jaringan yang lebih luas, membantu ide-ide kreatif, inovatif, dan mempertemukan saya dengan banyak pihak sehingga program ini tetap berjalan,” ucapnya.

Ia bersyukur program yang telah ia jalankan sejak 3 tahun lalu masih bertahan hingga sekarang. Ia berharap program ini bisa menjadi inspirasi bagi desa lain dan diikuti tempat-tempat yang menghasilkan banyak sampah, seperti tempat wisata, pasar, tempat pendidikan, dan komplek perumahan. Dengan cara ini, Bireuen pun dapat merasakan kemerdekaan hidup sesungguhnya. Merdeka dari tumpukan sampah yang berserakan.

“Saya bermimpi suatu saat nanti hadir Bank Sampah Induk yang saling berkolaborasi dan mengumpulkan banyak desa untuk bersama-sama mengolah sampah. Yah, semacam pengolahan sampah terpadulah,” harapnya. []


***


sumber tambahan;

https://ceritawarga.com/

https://yayasanagc.id/

https://aceh.tribunnews.com/

- Pinterest.com

 

 



About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

0 komentar:

Posting Komentar