Jumat
sore pertengahan Desember 2021 terasa berbeda di Desa Blang Asan. Cuaca terasa
sejuk menjelang senja. Sebuah tenda kecil berdiri di tengah lapangan. Tenda itu
meneduhi barisan kursi-kursi plastik berwarna cerah. Puluhan warga desa duduk
rapi. Sebagian lagi baru tiba mencoba mencari kursi kosong yang tersedia.
Lapangan
Desa Blang Asan terlihat ramai. Mereka sedang tidak menonton sepak bola yang
kerap ditandingkan pemuda desa. Mereka hadir mengikuti launching Bank Sampah Asri (BSA), sebuah program pengelolaan sampah
yang dilakoni warga desa sejak beberapa waktu lalu.
Di
atas mimbar, saat menyampaikan sambutan, Abdul Halim terlihat bahagia sekaligus
haru. Ia tak mengira, kegelisahannya terhadap sampah yang berhamburan di desa
telah mengantarkannya hingga ke titik ini. Sebuah titik yang bukan hanya
mengubah kisah hidupnya, tetapi juga warga desa. Sebuah aksi ganjil bagi warga desa yang kerap memandang
sampah bukanlah ancaman bagi kehidupan.
Walau
hanya seminggu, sejarah Bireuen dalam mempertahankan kemerdekaan dikenal luas,
terutama bagi masyarakat Aceh. Namun, daerah ini belum merdeka dalam mengelola
sampah. Warga masih harus bertarung dan berperang menghadapi tumpukan sampah yang memenuhi sudut-sudut kota. Sampah
telah menjadi ancaman lama yang harus segera diperangi.
Sampah
di Bireuen adalah masalah besar. Daerah ini terbilang sibuk sebab menjadi jalur
lintas menuju Sumatra Utara. Banyak usaha ekonomi yang bergeliat di daerah ini
yang akhirnya menghasilkan banyak sampah. Sampah-sampah itu berserakan di tepi
jalan. Bertumpuk dan tak terangkut dengan maksimal. Bahkan, Tempat Pembuangan
Sementara (TPS) di Jalan Pasar Induk Cureh (PIC) Kota Juang, Bireuen telah
melebihi kapasitas. Padahal pemerintah kabupaten ini telah menggelontorkan dana
mencapai Rp5 miliar, namun masalah sampah ini juga belum terselesaikan.
Masalah
sampah di Bireuen ini pun menjadi isu hangat di media-media lokal. Tidak adanya
pengelolaan sampah yang baik serta minimnya armada pengangkutan sampah menjadi
alasan sampah berserakan. Kondisi semakin di perparah dengan penolakan warga
terhadap pembangunan Tempat Pengolahan Akhir. Warga pun memilih alternatif
lain, membuang sampah di selokan atau di sungai.
Sebagai
putra daerah, masalah ini telah memantik nurani Abdul Halim untuk bergerak
lebih. Lelaki kelahiran Bireuen ini terbiasa aktif di lingkungan sosial. Ia
pun memberanikan diri untuk terjun menyelesaikan masalah sampah di Bireuen. Abdul
sadar aksinya ini tidak akan mampu memulihkan dan menghilangkan sempurna sampah
di Kabupaten Bireuen. Namun inisiatif ini setidaknya memperbaiki hal-hal kecil
yang ada di sekitar sekaligus mengurangi permasalahan di lingkungan terdekat.
Aksi seperti ini sudah sering ia lakukan. Terlebih di tahun 2017, ia telah
bergabung di sebuah LSM lingkungan untuk menyelamatkan Sungai Peusangan.
Empati
lingkungan ini yang terus ia pelihara dan mengasah jiwa sosialnya. Di tahun
2019, Abdul pun mencoba bergerak dengan sederhana. Ia memanfaatkan motor roda
tiga untuk memfasilitasi petugas menjemput sampah di rumah-rumah warga. Sebab
ia sadar, selama ini warga kesulitan membuang sampah sebab minimnya fasilitas
antar jemput sampah. Sehingga sampah-sampah pun menumpuk di pinggir jalan.
“Sebab
sampah itu kan sebenarnya berasal dari kita. Kita juga yang harus bertanggung
jawab, minimal memilahnya di rumah,” ujar alumni Sosiologi Universitas Malikul
Saleh ini.
Aksi
yang awalnya dianggap sederhana ini rupanya memantik antusias warga. Petugas
pun berhasil melayani 60 keluarga untuk diambil sampahnya setiap dua kali
sekali. Cara ini terbilang efektif, setidaknya sampah-sampah yang awalnya
berserakan mulai berkurang. Warga pun perlahan mulai teredukasi mengelola
sampah rumah tangga.
Kegiatan
ini terus dilakoni Abdul Halim hingga tahun 2020. Ia mencoba membangun komunikasi
bersama perangkat Desa Blang Asan. Ia bersyukur dipertemukan dengan perangkat
desa yang sangat welcome dengan ide
perubahan ini.
“Saya
memilih Blang Asan karena desa ini terletak di perkotaan yang warganya
kesulitan untuk mengelola dan membuang sampah karena keterbatasan lahan,”
kenang Abdul.
Dua Program yang Ditawarkan
Ada
dua program awal yang ditawarkan Abdul Halim di Desa Blang Asan. Dua program
itu adalah menyediakan alat angkut sampah dan bank sampah. Ia menargetkan Desa
Blang Asan menjadi desa bersih yang warganya tidak lagi membuang sampah
sembarangan. Strategi ini pun semakin mudah diwujudkan ketika perangkat desa menyambut
baik dan mengeluarkan kebijakan bagi warganya agar ikut berpartisipasi.
Tercatat ada 60 dari 110 kepala keluarga yang terlibat program ini. Tentu jumlah
ini sangat menggembirakan.
“Kepala
desa bisa mengeluarkan kebijakan, tapi ajakan persuasi kepada warga tetap
dilakukan agar program ini terkesan tidak memberatkan,” ungkapnya.
Jika
dipikir-pikir, ide program yang ditawarkan Abdul ke desa sangatlah sederhana. Namun
terkadang ide sederhana tak akan terwujud jika tidak ada yang menggerakkan. Abdul
Halim bekerja sama dengan perangkat desa dan BUMDES untuk mengelola program ini.
Beberapa warga ditunjuk sebagai petugas sampah. Dua hari dalam seminggu, mereka
bertugas mengambil dan mengangkut sampah-sampah dari rumah warga. Mereka
dibayar oleh desa untuk bekerja di unit BUMDES ini. Proyek ini juga telah
mendorong desa menyediakan tong sampah. Padahal sebelumnya warga harus menyediakan
sendiri tong sampah itu.
“Kita
tidak ingin dituduh program ini sekadar seremoni belaka yang tidak ada hasil. Dari
awal saya cetuskan, jika program ini dapat menghasilkan (uang) bagi petugas dan
desa,” ungkap Abdul.
Ia
pun mencari strategi agar partisipasi warga tidak terhenti di tengah jalan.
Sebab itu, Abdul Halim mencanangkan bank sampah yang dapat menghasilkan pundi
tambahan bagi warga desa. Ia mengajak para ibu-ibu untuk terjun terlibat dalam
aksi ini. Sebab ia menyadari ibu adalah garda terdepan yang paling memahami
sampah di rumah tangga. Terlebih lagi sampah rumah tangga termasuk penyumbang
terbanyak di Bireuen.
Bank Sampah untuk
Lingkungan Asri
Dari
bank sampah ini, warga diajak untuk memilah sampah rumah tangga secara mandiri.
Mereka mengumpulkan sampah dan membawanya ke Bank Sampah Asri untuk dikonversikan
menjadi rupiah sesuai berat kilo yang dikumpulkan. Bahkan para warga
mendapatkan buku tabungan yang mencatat rincian penghasilan yang mereka
dapatkan. Ibu-ibu rumah tangga kerap datang mengantarkan sampahnya untuk ditimbang. Pemandangan ini pun menjadi hal lumrah di Desa Blang Asan.
“Ini
adalah sebagian manfaat yang dapat terukur dari proyek ini. Namun di balik itu,
ada banyak manfaat lain yang tidak terukur yang juga dirasakan warga seperti
adanya pelatihan hingga kolaborasi dengan berbagai pihak.”
Buku tabungan Bank Sampah Asri inilah yang diluncurkan pada penghujung Desember 2021 di Lapangan Blang Asan. Perjalanan panjang yang telah dilakoni Abdul Halim perlahan terbayar. Terlebih Keuchik (kepala desa), Sekretaris Camat Blang Asan, hingga Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Bireuen mengapresiasi usaha dan program ini.
“Kami
berharap keberadaan bank sampah ini mendapat dukungan dan berkelanjutan demi
menyelesaikan persoalan sampah di tingkat desa,” harap Sekretaris Camat yang
turut hadir Jumat sore itu.
Hal
senada juga diungkapkan Keuchik Sugianto, “Blang Asan telah mengelola sampah
secara terintegrasi sejak tahun 2020. Sampah rumah tangga dipungut oleh petugas
desa. Kami juga mendirikan bank sampah sehingga warga dapat menabung sampah dan
memperoleh keuntungan secara ekonomi.”
Inspirasi bagi Indonesia
Abdul
juga berencana akan membudidaya manggot agar sampah organik rumah tangga dapat
diolah. Jerih upaya ini pula yang mengantarkan Abdul Halim meraih Apresiasi
Tingkat Provinsi 12th SATU Indonesia Award 2021 dari ASTRA. Namanya
disandingkan dengan 84 penerima lainnya yang berasal dari berbagai provinsi di
Indonesia.
Ia
tak pernah menduga aksi yang ia jalani ini diapresiasi sebagai salah satu aksi
yang memberikan inspirasi bagi Indonesia. Ia bersyukur langkah ini semakin
mempermudahnya untuk membangun lingkungan yang lebih baik serta membuka
jaringan luas demi menyukseskan program ini.
“Astra
telah membantu saya membuka jaringan yang lebih luas, membantu ide-ide kreatif,
inovatif, dan mempertemukan saya dengan banyak pihak sehingga program ini tetap
berjalan,” ucapnya.
Ia
bersyukur program yang telah ia jalankan sejak 3 tahun lalu masih bertahan
hingga sekarang. Ia berharap program ini bisa menjadi inspirasi bagi desa lain dan
diikuti tempat-tempat yang menghasilkan banyak sampah, seperti tempat wisata,
pasar, tempat pendidikan, dan komplek perumahan. Dengan cara ini, Bireuen pun
dapat merasakan kemerdekaan hidup sesungguhnya. Merdeka dari tumpukan sampah
yang berserakan.
“Saya
bermimpi suatu saat nanti hadir Bank Sampah Induk yang saling berkolaborasi dan
mengumpulkan banyak desa untuk bersama-sama mengolah sampah. Yah, semacam
pengolahan sampah terpadulah,” harapnya. []
***
sumber tambahan;
- https://ceritawarga.com/
- https://yayasanagc.id/
- https://aceh.tribunnews.com/
- Pinterest.com
Find the Best Accounting Software in Dubai to simplify your financial tasks and ensure compliance. Leverage cutting-edge tools designed for businesses in the UAE to enhance accuracy and efficiency. Choose the right accounting software for your Dubai operations today.
BalasHapusWith WordPress web development services, you can achieve a professional online presence quickly and efficiently. These services include theme customization, SEO optimization, and ongoing support to ensure your website remains up-to-date and effective.
BalasHapusKnown for their exceptional craftsmanship and innovative designs, the 10 best interior design companies in Dubai transform ordinary spaces into extraordinary experiences.
BalasHapus