#e39608 Serba-Serbi Budaya Bali (Serial Bali eps 1) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Serba-Serbi Budaya Bali (Serial Bali eps 1)

cerita sebelumnya Around to the Bali & Bandung


Taufiq berjanji menjemputku di Ngurah Rai. Sebelum terbang ke Bali aku sudah sering kontak-kontakan dengannya. Sambilan minta izin numpang tidur semalam sebelum check in ke Hotel sebelum Munas FLP.

Pendaratan di Ngurah Rai tepat pukul 21:00 di layar handphoneku. Suasana Bali langsung terasa. Beberapa sudut batu alam memenuhi ruangan bandara. Brosur-brosur wisata tersusun rapi di etalase. Di sudut berbeda, belasan counter money changer berbaris rapi. Didepannya beberapa sesajen tergeletak di depan pintu. Bentuknya unik. Terbuat dari pelepah kelapa berbentuk kubus. Didalamnya bertaburan bunga berwarna warni. Bau dupa semerbak.



Aku berjalan beberapa meter ke depan. Janjian dengan Taufiq di sebuah mini market. Celingak celinguk sebentar dan bertemu dengan mahasiswa perguruan itu. Rupanya dia udah nunggu lebih dua jam di bandara!
Ooaalaaa... baru nyadar ternyata di tiket ketibaan dalam Waktu Indonesia bagian Barat. Lha disini kecepatan satu jam.

Dengan sepeda motor, bersama Taufiq aku menembus malam kota Tuban menuju Denpasar. Jaraknya berkisar 30 menit perjalanan. Selama di sepeda motor diskusi pun ngelantur kemana-mana. Mulai pembangunan Bali yang dahsyat, kehidupan beragama, budaya Bali, hingga pemilihan Miss World yang kontroversi.
“Kalo di Bali muslim mungkin cuma 13% bang. Tapi kalo di Denpasar lumayan rame,”

Maka selama perjalanan menemukan masjid pun sulit. Pura dengan berbagai ukuran memenuhi sudut- sudut tempat termasuk halaman rumah. Keagungan patung dewa disini dipuja tinggi. Ajaran Hindu melekat kuat sebagai agama mayoritas.
Tempat sembahyang
Taufiq mengabarkan ketika kami melewati bypass yang baru selesai dikerjakan. Dulunya kawasan ini padat ketika jam sibuk. Rencana akan dibangun flyover, tapi berhubung bersisian dengan patung Dewa yang berdiri tegak dipinggirnya, lajur diubah menjadi bypass.
“Kalau dibangun flyover, ketinggiannya menyamai dengan patung dewa. Jadi diubah jadi jalanan bypass,” ujarnya sambil menunjuk patung Dewa yang berwarna putih.

Di Bali juga tidak ada bangunan pencakar langit. Sebagai area wisata international untuk bangun gedung pencakar langit pasti sangat mudah. Investor bejibun. Ternyata disini punya peraturan, tinggi bangunan tidak boleh melebihi ketinggian pohon kelapa. Jadi maksimal cuma 3-4 lantai. Kearifan lokal ini diberlakukan biar pura-pura yang berdiri nggak kelelep dengan modernitas metropolitan bangunan gedung.
Dan ajaibnya ini dipatuhi masyarakatnya Bali! Wuiiihhh...

Jadi ingat dengan kearifan lokal serupa di Banda Aceh; bangunan tidak boleh melebihi tinggi menara Masjid Raya Baiturrahman. Untuk banyak hal, peraturan begini selayaknya patut diadaptasi. Teringat dengan kondisi Masjid Agung Medan yang kelelep dengan tinggi menjulangnya sebuah mall yang ada dibelakangnya. Jadi kasihan lihatnya.

Menurutku pembangunan Bali mahadahsyat. Selain pembangunan jalur bypass, airport Ngurah Rai juga dalam tahap perluasan. Bangunannya besaaarrrr dan luaasssss. Lahan parkirnya dibangun dengan konsep layaknya taman gantung. Belum lagi pembangunan jalan tol yang membelah lautan.
lahan parkir bandara (foto: Junaida M)
Di kawasan Teuku Umar akhirnya aku tiba. Memasuki rumah merangkap asrama teman-teman mahasiswa disana harus melewati lorong kecil yang panjang. Berdiam diri semalam hingga menunggu pagi esok harinya.
Ketika pagi aku bingung harus kemana. Dengan beberapa teman FLP dari propinsi yang kebetulan nginap disana juga, kami memilih berkeliling mencari souvenir khas Bali. 
Jiaaahhh... pagi-pagi nyari oleh-oleh.

Kami menuju ke pusat belanja Erlangga. Selain Krishna atau Jogger, Bali juga ada outlet souvenir Erlangga yang konon lebih murah ketimbang tempat lainnya. Kami memutuskan berjalan ditemani Awan , salah satu penghuni asrama.

Ketika mendekati perempatan aku sempat bingung ketika melihat Ibu-ibu dengan penampilan rumahan duduk lesehan di kursi trotoar jalan. Tangannya menenteng koran-koran. Sekilah ini ibu-ibu agak ogah-ogahan jualan koran. Lha, loper koran biasanya harus hiperaktif nyamperin satu-satu mobil.
“Ibu-ibu ini lagi nungguin yang mau jual emasnya bang,”

Hah! Tajir benerr...

“Jadi dia nampung beli emas?!” aku makin takjub. Gilee... beli emas pinggir jalan.
Ketika sampai di ruas jalan Diponegoro, Ibu-Ibu Emas ini makin rame. Jaraknya pun makin berdekatan. Duduknya nyantai aja sambil dekap tas mungil. Kurasa uangnya bergulung-gulung di dalam sana. Disepanjang jalan ini juga kulihat beberapa warga sembahyang di pura-pura kecil di halaman kantor atau rumahnya. Indah sekali.
Ibu-Ibu Emas dari jauh
Hingga sejurus kemudian seorang pembeli datang. Aku melihat seksama transaksinya. Pembeli  membawa giwang berukuran kecil. Lalu Ibu Emas mencelupkannya ke dalam gelas kecil berisi entah cairan apa. Mungkin mau lihat kadar keasliannya. Jika setuju maka si Ibu Emas memberi secukup uang sebagai gantinya.

Keren ya! Jual emas di trotoar. Asyeeekkk...

Menjelang siang aku dijemput panitia Munas FLP menuju Hotel Green Villas di daerah Kuta (tulisan Munas FLP akan ditulis terpisah). Pembahasan dalam perjalanan pun tetap tentang Bali. Rupanya Bali termasuk kawasan aman dari pencurian. Disini jarang terjadi curanmor. Pantesan teman-teman asrama enteng banget parkir motor diluar rumah.
“Masyarakat disini punya keyakinan kalo nyuri barang bukan haknya bisa kena karma. Langsung dibalas dengan kesalahan serupa atau sewaktu meninggal nanti bisa berubah menjadi monyet,”

Ternyata keyakinan ini dipegang teguh. Motor diparkir sembarangan ngak masalah. Benar-benar cocok menjadi kawasan wisata andalan. Sebab yang namanya keamanan jelas jadi kebutuhan utama bagi pendatang. Terlebih bagi pendatang menyewa sepeda motor jadi andalan di Bali. Gila aja, kalau baru nyewa eh tiba-tiba motornya malah digondol maling. Malah bikin repot.
Bahkan untuk lintasan lalulintas termasuk tertib. Nggak ada tuh, yang nerobos lampu merah walaupun jalanan lengang.
“Walaupun tengah malam, masyarakat disini tetap berhenti kalo lampu merah. Cuma bule-bule mabuk aja yang suka terobos,” ujar panitia. Aku mengangguk-angguk takjub.

Dalam mobil aku memperhatikan arus  jalan yang padat siang itu. Mataku terserobot dengan lilitan janur kuning di berbagai kendaraan yang melintas. Ketika kutanya maksudnya, ternyata lilitan itu dikenal dengan nama tumpak landep.

Tumpak landep diartikan senjata tajam seperti tombak atau keris. Dulunya benda ini difungsikan untuk menegak kebenaran. Secara berskala benda-benda ini diupacarai dalam tumpak landep. Tapi sekarang pengertiannya meluas. Tak hanya keris atau tombak tapi juga benda hasil karya manusia seperti sepeda motor, mobil, mesin, komputer dan sebagainya. Benda-benda ini turut diupacara. Mereka memohon kepada Ida Sang Hyang Widi dalam prebawanya sebagai Sang Hyang Pasupati untuk menganugerahkan kekuatan benda-benda tersebut demi kemudahan dan kelancaran hidup.
tumpak landep (foto: Junaida M)
Maka berseliweranlah tumpak landep di beberapa motor dan mobil. Bentuknya beragam dan unik-unik. Sebagian direkatkan di kaca spion, dalam mobil, atau bumper.
Menjelang sore aku tiba di Green Villas Hotel. Bertemu dengan teman-teman dari propinsi lain. Termasuk Nuril dan Junaida (FLP Aceh) yang duluan tiba tiga hari lalu. Rupanya mereka udah berkeliling kesana kemari dengan sepeda motor!
“Bang, kita lihat sunset di Kuta yukk!!!” tiba-tiba Nuril telepon saat aku lagi ngetik di lantai empat.
Hmmm... ide menarik!
Kuta terkenal dengan pantainya yang tersohor. Ribuan orang bejibun datang kesana, bahkan namanya melalang hingga ke mancanegara. Penasaran, aku menyanggupi ajakannya.
“Yukk!!”


Baca cerita selanjutnya...(#Bali 2)

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

9 komentar:

  1. Siap menantikan sunset nya lo Mas.

    Suasana Bali memang begitu, sangat nihil sekali kalau ada pencuria, beda sama kota kota lain kan?

    Selamat datang di Pulau Dewata semoga senantiasa behagia.

    Salam dari Kota Jember.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siippp.. Insya Allah postingan keduanya besok mas Imam..

      Hapus
  2. Wah, ikutan FLP yang di Bali kemarin itu ya, Fer? Pasti asyik dan seru banget deh ya? Bali, memang pulau yang menakjubkan, aman pula. ditunggu postingan berikutnya ya, Fer!

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya kak.. Munasnya cuma 3 hari tapi jalan2nya sampe seminggu. hehehhee..

      Hapus
  3. wau.... Bali.... pulau para Dewata dengan keindahan alam, seni dan tradisi yang masih terjaga dengan baik. Dilanjut ..... Sob.

    Salam wisata

    BalasHapus