#e39608 Waduh! Tempat Bom Bali Kini Jadi Tempat Parkir (Serial Bali eps 3) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Waduh! Tempat Bom Bali Kini Jadi Tempat Parkir (Serial Bali eps 3)



Aku penasaran, kalo lokasi Paddy’s Cafe dijadiin monumen trus Sari Club dijadiin apa? Aku celingak celinguk lagi. Melulu celingak celinguk dari tadi.  Memastiin sekitar, trus nanya lagi ke tukang parkiran.

cerita sebelumnya Menunggu sunset di Pantai Kuta


monumen Bom Bali



















Berempat kami menuju ke kawasan Legian. Menumpangi taksi pak Made kami melewati jalanan yang sempit. Kanan kiri penuh beberapa outlet produk ternama. Desain interiornya keren-keren. Bule-bule berseliweran. Sekilas seperti di luar negeri.
Jalanan makin sempit ketika taksi yang aku tumpangi melewati lorong panjang jalan Popies II. Ya ampun ini jalan padat merayap. Kanan kiri penginapan/losmen. Belum lagi kios-kios souvenir yang bejibun. Ditambah lagi salon kecantikan, tukang jahit. 

Haduuuhh...

Jalanan yang sempit makin padat dengan lalu lalang orang di trotoarnya. Keserempet sedikit langsung jatuh.
Menurut pak Made, umumnya kios souvenir ini dikelola oleh warga Madura dan berasal dari Jawa.
jalan Legian
“Orang Bali tidak mungkin mau duduk-duduk dalam kios kayak gini. Keuntungan sewa kios ini saja besar sekali,” ujarnya dengan logat Bali kental. Ternyata kios-kios souvenir yang ukuran sempit itu, bisa disewa hingga puluhan juta tiap tahunnya. Tinggal leyeh-leyeh di rumah juga bisa kaya.

Taksi berpacu pelan. Jalan yang aku lewati nggak kayak jalan di kebanyakan tempat di Bali. Di Kuta (Legian) tata ruangnya lumayan apik. Jalanan tersusun dari pavling blok, nggak diaspal. Kanan kiri jalur pejalan kaki. Post tourism bertebaran di beberapa tempat. Bule-bule berseliweran. Masa bodo’ nenteng minuman beralkohol.

Diujung jalan pak Made berhenti. Ia memberi isyarat, menunjuk kearah belakang, “itu tempat bom Balinya!”
Aku memaling. Sebuah monumen berdiri tersusun dari pualam putih. Ukiran khas ditengahnya. Letaknya tepat dipertigaan jalan.

Berempat (Aku, Fadli, Adit, Rara) menaiki beberapa pijakan tangga. Pagar kecil melingkar membatasi dari ruas jalan. Ditengahnya ada kolam air mancur. Kami pun bernorak-norak gembira berfoto-foto. Cuek aja dikumpulan bule-bule.
Rara, Aku, Fadli, Adit

monumen Bom Bali
Nama Legian merebak saat bom besar mengguncang tempat ini 12 Oktober 2002 silam. Legian salah satu lokasi yang rame kumpulan bule. Monumen tempat kami berdiri ini dulunya adalah bekas Paddy’s Cafe. Sewaktu bom berguncang menghancurkan dua cafe; Sari Club dan Paddy’s Cafe. Bom mobil terparkir di jalan antara dua cafe yang berseberangan ini.
“Kalau saja bomnya meledak tengah malam pasti korbannya bisa sampai ribuan. Soalnya tempat hiburan makin malam makin ramai,” ujar pak Made saat saya tanya jumlah korbannya.
Monumen ini selesai dibangun tahun 2003 dengan nama Monumen Panca Benua. Setahun kemudian 12 oktober 2004, monumen ini diresmikan oleh Bupati Badung, Anak Agung Ngurah oka Ratmadi. Namanya pun berganti menjadi Monumen Tragedi Kemanusiaan Peledakan Bom 12 Oktober 2002
Prasasti besar terpampang didepan. Terukir nama-nama korban yang berjumlah 202 orang. Kebanyakan warga asing seperti dari negara Australia, New Zealand, Belanda, Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Prancis, Equador, Yunani. Korban dari Indonesia juga banyak.
nama korban
Aku penasaran dengan sumber ledakan. Menyusuri jalanan yang tersusun dari pavling block. Cari-cari kira-kira ada tandanya nggak ya. Celingak celinguk kayak leher jerapah.
Ribet, akhirnya aku nanya ke tukang parkiran yang mojok di bawah pohon. Lelaki legam bertubuh bongsor itu nunjuk sebuah tanda di tengah jalan.
“Itu yang ada tanda petaknya!” sahutnya sambil menunjuk kearah jalan yang tersusun dari pavling blok.
Aku cari-cari. Tanda petak?
“Yang mana Pak?!”
“Itu!!!”
“Yang mana??”
“Ituuuuuuuu.....”
Aku melongok-longok. Cari-cari.

Ya ellahhhhh, ternyata tandanya cuma seuprit. Sebuah tanda persegi melingkari sebuah lampu yang tertanam di badan jalan. Sekecil gini mana kelihatan!
sumber bom yang dilingkar
Nah, di lingkaran lampu inilah mobil terparkir dan meledak dahsyat! Hancurlah tempat-tempat sekitarnya. Termasuk Paddy’s Cafe dan Sari Club.
Aku penasaran, kalo lokasi Paddy’s Cafe dijadiin monumen trus Sari Club dijadiin apa? Aku celingak celinguk lagi. Melulu celingak celinguk dari tadi.  Memastiin sekitar, trus nanya lagi ke tukang parkiran.
“Itu yang dilingkarin seng,” sahutnya.
Aku melongok.

HAHH!!!! Sari Club jadi tempat parkiran!!  #Terjerembab.

Di depan tanda  seuprit itu, sebuah lahan dilingkari seng berwarna hijau. Di dalamnya puluhan mobil, kendaraan motor terparkir rapi. Yaellahh naas bener dijadiin tempat parkir. Agak kaget, masak tempat yang dulunya merenggut begitu bayak korban cuma dijadiin tempat beginian.
ex Sari Club
Keherananku kutanyain ke agen asuransi yang lagi nawarin produknya depan monumen. Ia juga mengiyakan, “kalau monumen ini dulunya Paddy’s Cafe. Kalo disana Sari Club,”
Ia juga miris melihat tempat bersejarah diabaikan begitu aja. Padahal dua lokasi ini menyimpan begitu banyak cerita yang menjadi titik balik kehidupan beragama di Bali.
Setelah berpuas-puas foto dan bernorak-norak gembira. Kami berempat melanjutkan perjalanan. Berhubung acara munas FLP selesai jadi kami harus angkat kaki dari Kuta! Harus check out dari hotel.

Langsung deh jadi gembel seketika. Mengiba-ngiba cari tumpangan. Mana tiket keluar dari Bali baru dua hari kedepan. Rara berhasil membujuk rayu sodaranya yang udah delapan tahun nggak jumpa. Sok-sok akrab gitu.
Tinggal kami bertiga yang nggak tau mau kemana. Lanjut nginap di hotel mikir seribu kali. Lha, backpacker miskin sok2an tidur di hotel. Pemborosan!

Akhirnya, nelpon Taufiq lagi. Mengiba-ngiba minta tumpangan lagi beberapa malam di kost-kostannya.  Hahhahaa...
Menjelang jam sepuluh malam, aku, Fadli, Adit bergerak menuju Denpasar. Menuju kost-kostan Taufiq. Cuma Rara aja yeng terpisah jauh, nginap di rumah Tantenya di Jimbaran.
Berkelana pun makin seru besoknya. Pinjem peta Bali punya Nuril yang diahliwariskan ke kami. Peta segede bagong itu pun ternyata juga bikin tersesat!

Ya ampunn...




About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

11 komentar:

  1. Ditunggu kelanjutannya bg! :)

    *ga jauh beda kondisinya dari tempat bersejarah di Aceh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Siipppp......
      Insya Allah setiap hari akan di update..

      Hapus
  2. ada hawa2 aneh mimi2'an pas lewat situ bg?
    haha :-d

    BalasHapus
  3. TEASER qe ngak sesuai standar journalisme fer

    BalasHapus
    Balasan
    1. yang bilang ini tulisan journalisme sopo??
      ini cuma corat coret..

      Hapus
  4. Harusnya di Poppies Lane itu gak boleh masuk kendaraan roda 4 kayak Taksi deh. Bikin semak dan gak nyaman bagi yg jalan kaki

    BalasHapus
  5. bg. oleh2 mana.>?? lawak kali qe bg, masa org paling ganteng kayak gini tak ada oleh2 khas bali..


    BalasHapus
  6. Belum sempat foto di tempat bom itu karena ngejar sunset di Pantai Kuta :)

    BalasHapus