#e39608 Bapak Pembangunan Banda Aceh Itu Telah Pergi - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Bapak Pembangunan Banda Aceh Itu Telah Pergi



SEBUAH pesan BBM masuk selepas maghrib kemarin (8 Feb). Mawardy Nurdin, walikota Banda Aceh meninggal dunia. Ini kali kesekian di hari itu aku menerima kabar serupa. Ketika siang kabar ini sempat juga terdengar. Tapi seketika juga langsung dibantah oleh pemkot sendiri, katanya HOAX.

Maka saat menerima pesan itu lagi selepas shalat maghrib, aku malah sanksi. Benarkah? Segera kuhubungi Ariel. Iya menjawab pasti jika kabar itu benar. Ia barusan menelepon langsung kabid Humas Pemkot. Maka selepas itu seluruh media social seakan dirundung duka. Hampir rata-rata seluruh status BBM, facebook, twitter mengutarakan kalimat duka. Dan kabar maghrib ini bukan lagi hoax.

Kepastiannya seakan sempurna ketika suara sirine ambulance terdengar nyaring di malam kemarin. Kebetulan rumahku berdekatan dengan Rumah Sakit Zainal Abidin, tempat terakhir Mawardy Nurdin di rawat sebelum ajal menjemput. Ditaksir ia mengalami kompilkasi penyakit.

Idepun segera muncul. Aku menghubungi Ariel untuk menggerakkan “menulis Mawardi” bersama teman-teman Gaminong Blogger tempatku bernaung. Sebagian orang mungkin akan berpikir, kenapa harus menulis tentang dia. Jawabanku simple, orang baik itu harus diapresiasi! Mungkin selama ini kita kerap mengapresiasi orang-orang jauh di luar sana, dan melupakan orang-orang yang ada di sekitar kita. Maka melalui postingan ini, aku mengapresiasi apa yang telah dilakukan walikota Banda Aceh ini selama ia memimpin.

Aku tak mengenal dekat bapak walikota ini. Berjabat tangan juga belum pernah. Atau berjumpa langsung lebih-lebih. Hanya cukup mengenal sebatas warga kota dan pemimpin kota. Dimataku sebagai warga kota Banda Aceh, pak Mawardi termasuk pemimpin visioner. Ia punya tujuan mau diapakan kota ini. Hal yang patut diapresiasi tinggi, mengingat pemimpin di kota/kabupaten lain sibuk dengan kelompoknya sendiri sambil mengumpulkan banyak harta.

Mawardi Nurdin lahir di Sigli, 30 Mei 1954. Ia menjadi Walikota Banda Aceh sejak tahun 2007. Ia memimpin Banda Aceh selama dua periode. Pasca tsunami 2004, ia sempat menjadi Pejabat Walikota menggantikan Syarifuddin Latief, walikota masa itu yang meninggal akibat tsunami.

Pak Mawardy mampu mengubah kota Banda Aceh yang kusam, semrawut, ‘kampungan’ menjadi kota yang nyaman dan indah. Ia termasuk pemimpin yang berseni tinggi. Baginya bangunan bukan hanya sebatas menyusun bata lalu berdiri tegak. Harus ada keindahan disana. Harus ada icon sebagai pemanis mata. Ia juga konsen membangun sarana publik. Mengubah birokrasi yang rumit, mengundang investor, menata kota hingga menarik.

Saya teringat dengan taman sari. Sebuah ruang terbuka di tengah kota Banda Aceh. Dulu sebelum ia menjabat, taman ini sama sekali tidak menarik. Hanya ada restoran ala kadar dengan rumput maha tinggi. Tidak ada yang terpanggil untuk sekedar leyeh-leyeh di sana. Lantas ketika ia memimpin semua itu diubah. Dipanggil investor, lalu dirombak total hingga menjadi taman keluarga yang menyenangkan.

Hal sama juga berlaku di komplek Putroe Phang. Situs purbakala zaman Kerajaan Aceh ini dulunya hanya semak belukar. Di bawah kepemimpinannya juga, taman ini disulap menjadi lebih segar. Begitu juga dengan pasar tradisional. Ia mengubah pasar Aceh yang semrawut dan becek, menjadi lebih modern dengan parkiran basement.

Belum lagi jika berbicara arsitektur kota. Banda Aceh sempat berada di titik nadir selepas tsunami. Banyak infrastruktur hancur lebur. Tapi di bawah kepemimpinannya, wajah buruk itu perlahan diubah dengan baik. Tak lagi tampak jika kota ini pernah hancur. Bahkan untuk kota yang ‘baru membangun’, disini telah dibangun lintasan sepeda dengan pedestrian pejalan kaki. Selangkah lebih maju dibanding kota di luar sana yang masih mempeributkan tentang fasilitas publik. Bahkan jika hujan turun, warga kota tak perlu takut terancam banjir. Kota ini telah dibangun gorong-gorong lebar yang menampung berkubik-kubik air.

Kepiawainya memimpin Banda Aceh menjadikan kota ini jauh berkembang. Penghargaan bertubi-tubi diraih atas segala pencapaian. Termasuk piala Adipura yang diperoleh berturut-turut sejak 2009 hingga 2013. Padahal seingatku, Adipura Banda Aceh terakhir diraih tahun 1995.
Selain itu di masanya, sektor wisata menjadi orientasi untuk peningkatan pendapatan daerah. Tahun kunjungan wisata pun digalak 2011 silam. Menurutku terbilang sukses. Setidaknya ramai wisatawan asing yang datang kemari. Sekaligus banyak event-event budaya digelar. Termasuk juga membersihkan krueng Aceh yang membelah kota. Dengar-dengar disana akan dilintasi perahu, sebagai destinasi wisata sungai. Alhasil ini membangkitkan dunia wisata keseluruhan. Lahirnya para tour guide, hingga tumbuhnya ekonomi kreatif.

Perlahan warga kota merasa bangga dan ‘cinta’ dengan pemimpinnya. Bukti rasa itu diwujudkan dengan banyaknya status-status penuh duka sepanjang malam kemarin. Semua orang dirundung pilu. Kabar yang aku peroleh tadi sore, Pemerintah Aceh menyematkan ia sebagai “Bapak Pembangunan Kota  Banda Aceh”.

Rasa itu juga berlanjut hingga tadi pagi.  Kebetulan aku sempatkan shalat jenazah di Masjid Raya Baiturrahman. Info ini sudah kudapat sejak semalam. Status BBM, facebook, twitter, hingga media oline mengabarkan jika shalat jenazah berlangsung sekitar pukul 09:00 pagi.

selepas shalat jenazah

jamaah wanita

jamaah menunggu kedatangan jenazah

iringan mobil jenazah

Mawardi Nurdin


Dengan kedua teman aku menuju ke mesjid. Awalnya sepi. Sempat merasa mungkin tidak jadi dishalatkan disini. Lumayan lama kami duduk menunggu kepastian. Tapi melihat terus bertambahnya jumlah masyarakat yang datang, keraguan itu memudar.
Warga semakin ramai berdatangan. Didominasi kaum dewasa. Baru sekitar pukul 10.15 WIB, jenazah tiba diiringi puluhan warga lainnya. Prediksiku mungkin ada ratusan (ribuan) warga yang ikut menyalatkan.

Selamat jalan bapak pembangunan.
Semoga apa yang ia lakukan untuk Banda Aceh, menjadi nilai kebaikan disisi Pencipta. Amiin.




About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

9 komentar:

  1. Selamat jalan, Bapak Mawardy Nurdin. Sungguh negeri ini telah kehilangan putra terbaiknya di bidang pembangunan infrastruktur. Berkali-kali kai dengarkan gaung nama Kota Banda Aceh dalam event tahunan nominasi dan penghargaan kota dengan pembangunan infrastruktur terbaik. Jasa-jasa dan karyamu selalu terpatri dalam sanubari kami ...

    BalasHapus
  2. Secara pribadi tidak pernah mengenal almarhum, bahkan sampai berita meninggalnya. Tapi, dari banyaknya pesan duka yang bermunculan di socmed, saya jadi tahu tentang jasa-jasanya. Selamat jalan, Bapak Mawardy.

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga pengganti beliau bisa melanjutkan ini lebih baik..

      Hapus
  3. Selamat jalan Bapak Mawardy. Semoga jasa beliau terhadap Kota Banda Aceh tdk disia-siakan begitu saja.
    Allahummaghfirlahu, warhamhu..

    BalasHapus
  4. semoga pengganti beliau bisa menjalankan ini dengna lbh baik..

    BalasHapus
  5. Dengan melihat jasa-jasa yang pernah pak Mawardi lakukan, saya jadi ingin mengikuti jejak beliau untuk menjadi walikota :-)

    BalasHapus