#e39608 Naik Becak di Melaka Bikin Emosi (Serial Melaka eps 2) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Naik Becak di Melaka Bikin Emosi (Serial Melaka eps 2)


Wisata Melaka Malaysia−Jalanan kota Melaka, Malaysia, tampak lengang siang itu. Cek Mat melaju kendaraan dengan pelan. Dari jauh komplek pertokoan berwarna merah terang mulai terlihat. Di salah satu dindingnya tertulis rapi “Welcome to Melaka, World Herittage City”. Puluhan wisatawan berjalan kaki memadati ruas-ruas jalan. Umumnya didominasi turis asing berwajah Eropa.

Cerita sebelumnya: Serunya Keliling Melaka, Malaysia (KLIK DISINI)

Komplek ini adalah pintu utama menuju Red Square. Sebenarnya ini cuma komplek pertokoan biasa seperti di Peunayong, Banda Aceh. Bikin menarik sebab semua bangunannya dicat warna merah. Jadi siapapun datang kemari pasti excited. Sempat mikir, coba kalau Peunayong digarap seperti ini juga pasti bakal menarik wisatawan. Buktinya, di komplek ini ramai sekali wisatawan berfoto-foto sangking girangnya.
“Sebelum dinobatkan jadi World Herittage dari Unesco, gedung-gedung di sini masih berwarna-warni. Belum seragam macam ni,” kenang Cek Mat.

 
Red Square di Melaka
Lintasan komplek pertokoan ini tidak terlalu panjang. Di ujung jalan baru terdapat alun-alun besar yang dikelilingi bangunan tua. Ini dia Red Square!! Sesuai namanya, alun-alun ini didominasi warna merah. Termasuk juga Gereja Kristen/Christ Church yang dibangun 1753 yang kini menjadi icon-nya Melaka. Ramai orang yang berfoto-foto dengan background gereja ini. Makin keren, sebab alun-alun Red Square dikeliling gedung Stadthuys semacam kantor pemerintahan. Semua bangunannya berwarna merah menyala yang dibangun Belanda saat menguasai Melaka sekitar tahun 1641-1160. Kini sebagian difungsikan sebagai Museum Sejarah dan Etnografi, Galeri Laksamana Cheng Ho, Museum Sastra, dan Museum Pemerintahan Demokrasi. Bahkan di depannya ada menara kecil berjendela sisir yang dicat putih. Pokoknya, suasana di Red Square ini instagram banget!

Cek Mat memarkirkan taksi di pinggir jalan. Saya beserta Mira, Ibu, dan dua saudara lainnya turun seketika. Karena kami datangnya agak ramean dan kebanyakan ibu-ibu, maka jadilah sasaran empuk abang-abang becak. Mereka semakin semangat bujuk rayu setelah kami pelototi becaknya rame-rame. Soalnya, becak di kawasan Red Square lumayan heboh tiada terkira. Lucu sih. Bayangin, becak wisatanya dipretelin macam-macam. Disangkutin bungalah, pita-pita, sampai boneka. Karena baru pertama kali lihatnya, saya jadi bengong. Ini beneran becak apa mobil karnaval. Makin heboh, sebab masing-masing becak punya tema sendiri. Ada yang doraemon, sinchan, angry bird, frozen, hello kitty, sampai sailor moon. Dan tokoh-tokoh kartun ini disangkutin bonekanya di depan becak.
 
becak di Red Square yang heboh
Awalnya nggak mau naik. Sebab dari literasi yang dibaca, tempat wisata di Melaka lumayan dekat dan gampang untuk dijelajahi. Tapi, berhubung Ibu agak susah jalan cepat dan jauh, akhirnya luluh juga dengan ajakan abang becak. Jadi mau nggak mau saya yang awalnya mau menjelajah banyak di Melaka terpaksa ikutan juga naik becak.
Kesalnya, becak wisata di Melaka lumayan bikin naik darah. Bayangin, untuk mutar-mutar di objek wisata dipatok harga RM 25 dengan durasi cuma 20 menit! Lebih parahnya lagi, dari sekian banyak objek wisata, si abang becak cuma melayani tiga objek. Selebihnya?? Yee... jalan sendiri.

Jadi, sebelum naik becak, si abang nunjukin list objek wisata. Nah, karena nggak tahu lokasinya dimana, kami hayuuk aja saat si abang milih tiga objek wisata. Maka, tiga becak kami sewa untuk lima orang. Saya kebagian duduk sendiri.
Becak yang saya tumpangi pun lumayan heboh. Doraemon! Dengan pretilan sana sini, trus sayap kupu-kupu di kanan kiri becak. Nggak jelas ini sayap kupu-kupu maksudnya apaan. Mau terbang kali. Yang pasti ketika keliling saya baru sadar, kebanyakan becak ini ditumpangi kaum uzur. Cuma saya dan Mira yang muda sepanjang perjalanan.
 
Benteng sisa Kota A Famosa salah satu arsitektur Eropa paling tua di Asia
Becak melaju pelan sebab digenjot manual. Baru aja jalan, eh si becak berhenti tepat di kerumuman wisatawan yang berdiri di benteng kuno. Benteng ini ternyata sisa dari Kota A Famosa yang dibangun Portugis di tahun 1511 sebagai benteng pertahanan. Lalu saat Belanda menguasai Melaka benteng ini dihancurkan yang akhirnya menyisakan seuprit benteng yang dikenal sebagai gerbang kecil Porta de Santiago. Konon benteng ini merupakan salah satu arsitektur Eropa paling tua di Asia.

Wisatawan lumayan rame berfoto-foto di sini. Saya dan rombongan ikut-ikutan juga. Si abang becak bantu motret. Baru aja sekali motret si abang becak langsung bilang, “cepat dikit, cepat dikit. Di sini kita cuma lima menit!”
Ampun, segitunya!!

Usut punya usut ternyata abang-abang becak ini berasal dari Indonesia. Dasar! Bahkan satu di antaranya berasal dari Lhokseumawe, Aceh Utara. Merasa berasal dari satu tanah, Ibu langsung minta diskon harga. Biasa emak-emak. Eh, si abang becak malah ngelendos pura-pura nggak dengar. Basi!

Kesal, akhirnya kita jalan ke depan benteng A Famosa. Lumayan ada kursi kosong. Duduk dan foto-foto di seberang Gedung Memorial Pengistiharan Kemerdekaan. Dulunya gedung ini tempat gaulnya elit-elit Melaka. Tapi setelah kemerdekaan, tempat ini dijadikan pusat penyimpanan yang berhubungan dengan kemerdekaan Malaysia.

Rupanya nongkrong kita yang nggak jelas ini termasuk satu dari tiga objek wisata abang-abang becak pelit ini. Ampun, mana nongkrongnya di bangku sempit lagi. Dari seberang sana, si abang becak mulai panggil-panggil untuk beranjak pergi. Saya sempat kesal. Kesal, ini abang becak perhitungan mati kayak rentenir bawang merah di pasar.
Becak melaju pelan. Perasaan baru duduk, eh udah mau pulang aja. Tapi sebelum sampai ke pengkolan, becak diarahin ke tanah lapang. Trus kami diturunin di sana.
Lha, ini apaan?
“Itu pesawat Jepang pertama yang mendarat ke Melaka,” ujar salah satu abang becak sambil nunjuk ke pesawat yang udah nangkring jadi monumen.
Berlima kami saling berpandangan, “kayak pesawat di Blang Padang,” ujar Ibu.
Kriikk... kriiikkk...
 
Pesawat Jepang pertama yang mendarat di Melaka dan galian pondasi kota Melaka
Memang bener sih, lihat pesawat ini teringat pesawat RI 001 di Blang Padang (klik di sini). Rugi turun saya cuma mutar-mutar sebentar. Agak kesal kenapa si abang becak malah antar ke tempat ini, bukan ke tempat lain yang lebih historical. Sekilas tempat ini biasa aja, mungkin karena udah biasa lihat pesawat jadi monumen. Yang lumayan menarik perhatian, ada petak tanah yang digali yang ternyata pondasi bangunan. Ternyata itu tapal asli kota Melaka yang udah tertimbun. Ada banyak spot-spot seperti ini yang tersebar di Melaka. Biar nggak rugi kami cuma foto sebentar lalu pergi. Ibu lebih tertarik ke pusat belanja di depannya. Sempat minta ke abang becak untuk diantar ke sana, tapi mereka ogah. Katanya harus kembali dulu ke pengkolan.
“PELIT KALI YA!!” hardik Ibu bikin mereka mangap.
Rasain lu!

BACA JUGA: Waduh! Tempat Bom Bali Dijadikan Tempat Parkir KLIK DI SINI

Si abang becak berulang kali melirik jam di pergelangan tangan. Pertanda kalau harga sewa becak hampir usai. Kami pun beranjak kembali ke Red Square. Sepanjang jalan pulang kehebohan pun terjadi. Becak yang saya tumpangi tiba-tiba putar musik dengan volume double stereo!! Sumpah, kaget! Perasaan berangkat tadi nggak ada musik deh! Dan sekarang entah dari mana musik diputar tiba-tiba. Saya sempat celingak-celinguk mencari sumber suara. Ternyata, speaker kecil tersangkut di bawah kursi. Oh, pantesan gedenya nyaingin mercon lebaran. Sialnya lagi, si abang becak mutarin lagu Cita Citata!! Maka membahanalah musik dangdut sepanjang perjalanan sampai bule-bule heran.




Sesampai di Red Square, Cek Mat menunggu di kursi taman pinggir sungai. Sungainya tenang dengan arsitektur menawan. Sejenak kami melepas trauma dari abang becak di pinggir sungai. Berasa lebih fresh, Cek Mat ajak untuk segera berangkat. Dari penuturannya, ada banyak objek lain yang tidak kalah penting untuk disinggah.
“Sambil kita keluar Red Square, saye ajak untuk pusing-pusing sekejap di sini,” ajaknya sambil memutar kemudi. Satu persatu lokasi baru Cek Mat perlihatkan dari dalam taksi. Hingga akhirnya, mobil berhenti di gedung yang kayaknya nggak asing di mata saya.
“Nah, kita turun di sini, kita pusing-pusing sekejap,” ajaknya.

Kami semobil jadi heran. Perasaan ini tempat nggak asing, deh. Itu ada batu-batu tua tersusun kayak benteng. Lha, di sana juga ada kursi yang tadi kami duduki rame-rame kayak ikan sarden. Ya ampun, udah tahu gini, mending dari tadi mutar-mutar dengan Cek Mat aja.
Abang becaakkkkkkkk..... (bersambung)

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

8 komentar:

  1. nggak hafal, soalnya diputar cuma sekali

    BalasHapus
  2. Foto abng naek becak doraemon mana?

    BalasHapus
  3. Hahaha, seru! tapi kok tempat wisatanya kayaknya rada sepi gitu ya, bang?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehhehee.. mungkin karena hari kerja Nazri. Kata Cek Mat kalau akhir pekan Melaka full ramee..

      Hapus
  4. Terkahir ke Melaka itu 2 tahun yang lalu, sepertinya tidak banyak berubah Melaka ;)

    BalasHapus