Entah sejak peringatan ke berapa,
setiap tanggal 26 Desember aku sempatkan berkeliling kota Banda Aceh. Merasakan bagaimana saat tsunami datang merambat ke daratan, dan kota hancur selepas itu. Sekedar mengenang agar
tak abai. Dulu-dulu kegiatan ini kerap
kujalani sendiri atau bersama kakak tertua. Ulee Lheue, Banda Aceh adalah tujuan utama.
Sebab daerah pesisir ini paling parah terkena tsunami Aceh 26 desember 2004 silam.
Dan tahun ini kegiatan itu
kulakukan ulang tepat diperingatan sembilan tahun. Beberapa teman ikut serta.
Libur panjang membuat mereka ingin melepaskan penat.
Kisaran pukul 09:00 WIB aku
bersama Aslan, Adit, Junaida, dan Isni berkumpul di pusat perbelanjaan Pante Pirak.
Pagi tadi suasana kota sedikit syahdu. Ada hawa beda yang kurasakan. Hal sama
diiyakan Adit.
“Hari ini kayak lebaran bang!”
Langit sedikit temaram. Jalanan tak
terlalu padat. Hilir mudik warga kota berpakaian putih menuju tempat berdoa.
Bendera merah putih di beberapa tempat dikibar setengah tiang. Suara mengaji
sayup-sayup terdengar dari menara mesjid hingga meunasah. Menurutku peringatan
tahun ini jauh lebih semarak. Mungkin juga karena bertepatan cuti bersama. Atau
juga karena di beberapa sekolah sengaja diliburkan aktivitas yang diganti doa
bersama.
Sepeda motorku menembus jalan
lengang di Ulee Lheue. Parkiran padat mulai tampak di seputaran komplek kuburan
massal. Beberapa polisi tampak sibuk mengatur lalulintas.
Memasuki kompek ini, pengunjung
dianjurkan mengambil air bunga untuk disiram di makam. Air bunga disediakan
gratis oleh penyelenggara. Juga disediakan kotak infaq bagi yang ingin
bersedekah.
Ternyata peringatan tsunami masih menjadi daya tari tersendiri. Terbukti
belasan wartawan lalu lalang. Ketika aku tiba, serombongan wisatawan Malaysia
juga ikut berziarah.
Komplek kuburan ini lumayan luas.
Lahannya mencapai 15.800 m. Dulunya disini berdiri Rumah Sakit Meuraxa. Ketika
tsunami banyak mayat berserakan tak tahu harus dikebumikan dimana. Inisiatif,
halaman rumah sakit ini pun digunakan. Hingga akhirnya menjadi kuburan massal
yang menampung lebih 14.800 jenazah!
Hingga kini bangunan Rumah Sakit
Meuraxa yang hancur dihempas tsunami masih dipertahankan. Retakan bangunannya
masih tampak terlihat. Disini terdapat tiga gedung utama yang semuanya hancur.
Kerugiannya ditaksir mencapai 25 milyar.
Aku berjalan menyusuri komplek
ini selepas berdoa. Di dekat balai pertemuan terpajang pameran foto yang
dikerubungi warga. Kebanyakan foto-foto tsunami di kawasan Ulee Lheue. Mengintari
kuburan massal ini jauh dari kesan angker. Rumput hijau padat terpangkas rapi. Di
atas gundukan tanah bertebaran batu-batu gunung dalam ukuran besar. Pohon trembesi
tumbuh teduh di pinggir lintasan kaki yang ditaburi koral putih. Sekilas mirip
taman kota.
Di ujung komplek terdapat sisa
bangunan Rumah Sakit. Sisa bangunan ini dikeliling tiang rendah. Aku sempatkan
untuk masuk ke dalamnya. Melihat bekas air yang melekat di dinding gedung. Retakan
dinding. Atau lantai keramik yang tercerabut tak beraturan.
“Ketika tsunami datang, gimana ya
pasien disini?” tanya Junaida yang membuatku bergidik.
Aku terdiam. Lebih tepatnya tak
mampu berkhayal ketika masa itu terjadi. Bagaimana pasien yang lunglai harus
pontang panting berlarian ketika air datang. Atau memilih pasrah ketika air
laut menghantam. Sebab jarak rumah sakit dan laut sangat dekat. Hanya terbilang
beberapa ratus meter. Bahkan bangunan ini hancur hingga lantai ketiga. Jika pun
selamat itu mukjizat.
Kompleks kuburan massal ini berada
dalam satu area pusat mitigasi bencana tsunami TDMRC. Kantor TDMRC menjulang
tinggi. Fungsinya bukan sekedar perkantoran, tapi juga dijadikan bangunan
penyelamat jika tsunami datang kembali. Bangunannya didesain tahan gempa. Bangunannya
pun lebih banyak ruang terbuka hingga memudahkan air mengalir.
Di samping gedung juga tersedia
lintasan penyelamatan. Bentuknya berupa lantai landai yang menghubungkan hingga
teras teratas serupa hall. Aku mencoba melintasinya. Diikuti oleh beberapa
pengunjung lainnya.
Gedung TDMRC dan kompleks kuburan massal dari atas |
#9ThnTsunami
Gambar ruang-ruangan di rumah sakitnya ngak kalah dengan yang di film-film horor Bang. Merinding kami.
BalasHapushati-hati Sanah, dia ada di belakangmu..
HapusAku malah belum pernah masuk ke komplek kuburan masal itu. :|
BalasHapusLha... ;-(
Hapuskenapa senyum2 isni?
BalasHapusKeren, bang. Kapan-kapan mau ke sini ah. =p~
BalasHapusjadi Rahmat belum pernah datang ke sini?? ya Allah...
HapusNggak pernah diajak sama Ahmad, bang. b-(
Hapusmakasih gan infonya dan salam sukses
BalasHapussama2 Gan, sering2 mampir yee
Hapusterimakasih bos tentang infonya dan semoga bermanfaat
BalasHapussemoga bermanfaat kembali gan...
Hapus