#e39608 Rumah Sakit Ini Dijadikan Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Rumah Sakit Ini Dijadikan Kuburan Massal Korban Tsunami Aceh

Entah sejak peringatan ke berapa, setiap tanggal 26 Desember aku sempatkan berkeliling kota Banda Aceh. Merasakan bagaimana saat tsunami datang merambat ke daratan, dan kota hancur selepas itu. Sekedar mengenang agar tak abai. Dulu-dulu kegiatan ini kerap kujalani sendiri atau bersama kakak tertua. Ulee Lheue, Banda Aceh adalah tujuan utama. Sebab daerah pesisir ini paling parah terkena tsunami Aceh 26 desember 2004 silam.

Dan tahun ini kegiatan itu kulakukan ulang tepat diperingatan sembilan tahun. Beberapa teman ikut serta. Libur panjang membuat mereka ingin melepaskan penat.
Kisaran pukul 09:00 WIB aku bersama Aslan, Adit, Junaida, dan Isni berkumpul di pusat perbelanjaan Pante Pirak. Pagi tadi suasana kota sedikit syahdu. Ada hawa beda yang kurasakan. Hal sama diiyakan Adit.
“Hari ini kayak lebaran bang!”

Langit sedikit temaram. Jalanan tak terlalu padat. Hilir mudik warga kota berpakaian putih menuju tempat berdoa. Bendera merah putih di beberapa tempat dikibar setengah tiang. Suara mengaji sayup-sayup terdengar dari menara mesjid hingga meunasah. Menurutku peringatan tahun ini jauh lebih semarak. Mungkin juga karena bertepatan cuti bersama. Atau juga karena di beberapa sekolah sengaja diliburkan aktivitas yang diganti doa bersama.

Sepeda motorku menembus jalan lengang di Ulee Lheue. Parkiran padat mulai tampak di seputaran komplek kuburan massal. Beberapa polisi tampak sibuk mengatur lalulintas.
Memasuki kompek ini, pengunjung dianjurkan mengambil air bunga untuk disiram di makam. Air bunga disediakan gratis oleh penyelenggara. Juga disediakan kotak infaq bagi yang ingin bersedekah. 
Ternyata peringatan tsunami masih menjadi daya tari tersendiri. Terbukti belasan wartawan lalu lalang. Ketika aku tiba, serombongan wisatawan Malaysia juga ikut berziarah.

kuburan massal Ulee Lheue

Kuburan Massal Ulee Lheue
Komplek kuburan ini lumayan luas. Lahannya mencapai 15.800 m. Dulunya disini berdiri Rumah Sakit Meuraxa. Ketika tsunami banyak mayat berserakan tak tahu harus dikebumikan dimana. Inisiatif, halaman rumah sakit ini pun digunakan. Hingga akhirnya menjadi kuburan massal yang menampung lebih 14.800 jenazah!

Hingga kini bangunan Rumah Sakit Meuraxa yang hancur dihempas tsunami masih dipertahankan. Retakan bangunannya masih tampak terlihat. Disini terdapat tiga gedung utama yang semuanya hancur. Kerugiannya ditaksir mencapai 25 milyar.  

Rumah Sakit Meuraxa dan ruang-ruang kosongnya


Aku berjalan menyusuri komplek ini selepas berdoa. Di dekat balai pertemuan terpajang pameran foto yang dikerubungi warga. Kebanyakan foto-foto tsunami di kawasan Ulee Lheue. Mengintari kuburan massal ini jauh dari kesan angker. Rumput hijau padat terpangkas rapi. Di atas gundukan tanah bertebaran batu-batu gunung dalam ukuran besar. Pohon trembesi tumbuh teduh di pinggir lintasan kaki yang ditaburi koral putih. Sekilas mirip taman kota.

Di ujung komplek terdapat sisa bangunan Rumah Sakit. Sisa bangunan ini dikeliling tiang rendah. Aku sempatkan untuk masuk ke dalamnya. Melihat bekas air yang melekat di dinding gedung. Retakan dinding. Atau lantai keramik yang tercerabut tak beraturan.
“Ketika tsunami datang, gimana ya pasien disini?” tanya Junaida yang membuatku bergidik.

Aku terdiam. Lebih tepatnya tak mampu berkhayal ketika masa itu terjadi. Bagaimana pasien yang lunglai harus pontang panting berlarian ketika air datang. Atau memilih pasrah ketika air laut menghantam. Sebab jarak rumah sakit dan laut sangat dekat. Hanya terbilang beberapa ratus meter. Bahkan bangunan ini hancur hingga lantai ketiga. Jika pun selamat itu mukjizat.

Kompleks kuburan massal ini berada dalam satu area pusat mitigasi bencana tsunami TDMRC. Kantor TDMRC menjulang tinggi. Fungsinya bukan sekedar perkantoran, tapi juga dijadikan bangunan penyelamat jika tsunami datang kembali. Bangunannya didesain tahan gempa. Bangunannya pun lebih banyak ruang terbuka hingga memudahkan air mengalir.
Di samping gedung juga tersedia lintasan penyelamatan. Bentuknya berupa lantai landai yang menghubungkan hingga teras teratas serupa hall. Aku mencoba melintasinya. Diikuti oleh beberapa pengunjung lainnya.

Gedung TDMRC dan kompleks kuburan massal dari atas
Dari atas ternyata pemandangannya indah sekali. Daerah Ulee Lheu terlihat sempurna. Lautan terhampar biru di depan. Di kejauhan samar Pulau Weh/Sabang terlihat. Ombak berdesir halus. Tak ada yang mengira laut tenang itu, sembilan tahun lalu menggelegak merambat ke daratan. Menghamuk apa yang ada, hingga terisak bagi mereka yang ditinggalkan.


#9ThnTsunami

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

12 komentar:

  1. Gambar ruang-ruangan di rumah sakitnya ngak kalah dengan yang di film-film horor Bang. Merinding kami.

    BalasHapus
  2. Aku malah belum pernah masuk ke komplek kuburan masal itu. :|

    BalasHapus
  3. Keren, bang. Kapan-kapan mau ke sini ah. =p~

    BalasHapus
    Balasan
    1. jadi Rahmat belum pernah datang ke sini?? ya Allah...

      Hapus
    2. Nggak pernah diajak sama Ahmad, bang. b-(

      Hapus
  4. makasih gan infonya dan salam sukses

    BalasHapus
  5. terimakasih bos tentang infonya dan semoga bermanfaat

    BalasHapus