#e39608 Bedugul di Bali Penuh Kabut Mengebul (Serial Bali eps 8) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Bedugul di Bali Penuh Kabut Mengebul (Serial Bali eps 8)

Di komplek ini terdapat 5 Pura penting bagi peribadatan umat Hindu Bali. Salah satunya Pura yang diabadikan dipecahan uang Rp 50.000
cerita sebelumnya Masjid di Gang Sempit
























Ini sambungan cerita jalan-jalan ke Bali september silam. Setelah singgah ke Ubud dan shalat zuhur dilanjut jamak asar di masjid sempit, akhirnya aku dan teman-teman melaju ke daerah Danau Beratan, Bedugul, Bali.
Letaknya lumayan jauh. Mungkin lebih satu jam perjalanan. Mana mobilnya hampir keserempet sepeda motor lagi. Menuju kesana jalanan rindang dan hijau sekali. Alam Bali yang indah tetap jadi incaran buat difoto. Jalanannya meliuk-liuk melewati perbukitan. Di kanan kiri sawah terbentang luas. Sawahnya bikin iri. Kasat mata sekilas biasa aja, terlebih aku tinggalnya memang di kawasan mewah (mepet sawah). Tapi tetap jadi primadona buat difoto.

Sawahnya hijau. Sesekali dipadatnya rimbun padi tersembul pura-pura kecil untuk persembahyangan. Belum lagi gapura perbatasan kampung. Kalau kebiasaan dibanyak tempat gapuranya asal jadi, tapi tidak di Bali. Gapuranya tetap meliuk-liuk dengan ornamen sulit. Batu alam berukir-ukir. Jadi kontraslah hijau padi, bukit di belakangnya sama pura-pura kecil di tengahnya. Bikin mata nggak merem.

Pak Andi, sopir mobil sempat singgah di pelataran bukit. Dari sana viewnya keren sekali. Beberapa villa nongol di balik pohon. Rupanya singgahan ini ada kebun strawberynya. Pak Andi sempat nunjuk, tuh ada juice strawbery di restonya. Di ujung sana ada resto yang menjorok keluar bukit. Langsung keingat, pasti mahal! Bah, kagak jadi mampir. Nggak mau rugi, jadi kami cuma numpang foto di kebunnya. Eh, nggak tahunya serombongan turis Jepang juga ikut-ikutan. Dengan paha menganga ala cherybelle mereka mojok-mojok di kebun strawberry. Pegang ini itu sambil pelintirin strawberry dari kebunnya. Trus teman yang lain sibuk foto. Beuh, orang Jepang alay juga!!

Perjalanan terus dilanjutkan. Mendekati Bedugul udara makin dingin. Soalnya di daerah perbukitan. Tepat adzan ashar kami tiba di kawasan yang ternyata luas bener ini! hal yang pertama kami lakukan adalah langsung ngacir ke kamar mandi! Udara dingin bikin hasrat ke toilet menggebu-gebu. 
Masuk ke kawasan Bedugul lumayan murah. Untuk turis domestik tiketnya cuma Rp 10.000, plus diberi brosur sebagai penjelasan apa itu Bedegul. Ini serunya liburan di Bali, kemana-mana tempat wisata ada brosurnya.

Bedugul ini juga kerap disebut Pura Ulun Danu Beratan. Soalnya di komplek ini terdapat lima pura dan satu stupa Buddha di pinggiran danau Beratan. Lokasinya terletak di desa Candikuning, Kabupaten Tabanan. Kira-kira kalau dari Denpasar sekitar 50 km jaraknya. Ketinggiannya sekitar 1200 meter dari permukaan laut.
Ada dua gapura disini. Gapura pintu masuk area Bedegul, dan satu lagi gapura masuk ke area Pura. Aku duluan masuk sendiri keliling tempat. Seperti biasa yang lain sibuk foto ini itu dengan berbagai gaya dan atraksi yang akhirnya bikin lama. Capee deh!

Masuk ke komplek pura, pengunjung diharuskan memakai pakaian rapi. Trus yang lagi haid dilarang masuk soalnya ini komplek sembahyang. Pengumumannya terpampang nyata di dekat gapura kedua dalam tiga bahasa; Indonesia, Inggris, trus yang ketiga entah Jepang atau China. Pokoknya tulisannya agak keriting-keriting.




Ketika aku masuk ke komplek ternyata di dalamnya, wuiiihhhh rame!! Ratusan wisatawan numplek di dalam sana.  Di dalam komplek ini terdapat 5 pura; Pura Penataran Agung, Pura Dalem Purwa, Pura Taman Beji, Pura Lingga Petak, dan Pura Prajapati. Sedangkan Stupa Buddhanya di luar komplek, dekat gapura kedua. Secara historis Pura-Pura ini dibangun oleh I GUSTI AGUNG PUTU pada tahun saka 1556 (1634 Masehi). Pada hari-hari tertentu semisal Purnama, Tilem, Galungan maupun hari besar Hindu lainnya, kerap diadakan persembahyangan bersama. Atau diadakan upacara Melasti atau Ngabejiang untuk menyucikan sarana upacara.

Dari sekian banyak pura, Pura Lingga Petak adalah yang jadi primadonanya! Yeaayy...
Sekilas Pura ini seperti mengambang di permukaan danau. Sangking hebatnya, ini Pura  diabadikan di pecahan uang Rp 50.000 (coba deh cek!). Ketika aku, tiba ramai sekali orang berfoto-foto. Terlebih suasananya cukup mendukung. Danau yang tenang, perbukitan di belakangnya, dan kabut yang bergelantungan di puncak bukit.


Pura Lingga Petak ini terdiri dari dua bangunan suci yaitu Pura Tengahing Segera yang atapnya bertingkat sebelas. Pura ini sebagai istana dDewa Wisnu dan Dewi Danu. Di bagian belakangnya terdapat Pura Lingga Petak bertingkat tiga yang di dalamnya terdapat sumur keramat yang menyimpan Tirta Ulun Danu. Diyakini ini sebagai sumber utama air dan kesuburan Danau Beratan. Kedua Pura ini bentuknya eksotik. Dikelilingi tumbuhan rambat di sekitarnya. Dan di beberapa sudut terdapat beberapa patung Dewi.

Air danau yang tenang juga jadi pusat rekreasi sendiri. Beberapa perahu bebek merapat di dermaga kayu di ujung sana. Nggak tahu biayanya kalau mau keliling danau. Di perairan danau juga tumbuh enceng gondok. Dan disini juga belasan pemancing adu peruntungan. Sempat kesal juga lihatnya. Soalnya disana untuk terpampang nyata membahana kalau dilarang memancing. Eh, disitu terpampang pamfletnya malah disitu juga mancingnya! Nggak pake geser dikit lagi. Nggak sakit hati tu yang buatin pamflet!

mancing dilarang mancing
Lagi sibuk berfoto-foto ria, mataku terserobok ke halaman sebelah yang dipagari tumbuhan rambat. Belasan warga berbusana putih jalan berbaris-baris. Penasaran, langsung cekidot kesana! Ternyata sore menjelang senja ini, belasan umat Hindu lagi sembahyang. Tapi mereka tidak melakukannya di sekitaran komplek Pura, malah di depan danau. 
Belasan wisatawan melongo melihat aktivitas ini. sebagian memotret termasuk aku. Viewnya cakep! Semuanya berbaju putih dari atas sampai bawah. Terlebih latarnya bukit dengan kabut. Coba punya kamera lebih bagus pasti lebih keren!

umat Hindu melakukan sembahyang
Capek berkeliling sendirian, baru Rara, Fadli, Adit muncul tiba-tiba. Entah di lokasi mana mereka nyangkut sampai segitu lama. Berfoto-foto norak pun dimulai. Termasuk ketika mau pulang, kami melintasi area berbeda dari pintu masuk. Rupanya disini halamannya luas tidak terkira. Mainan anak-anak memenuhi taman, ada miniatur harimau, ayunan, patung-patung hewan. Lihatnya teringat serial TV Tuyul dan Mbak Yul zaman dulu. 

Mendekati maghrib kami beranjak. Tujuan selanjutnya ke Tanah Lot. Tapi dari sejak tadi pagi, Fadli penasaran dan kepingin lihat sawah terasering. Sawah yang bentuknya bertingkat-tingkat seperti tangga itu. Mantap, Pak Andi langsung putar haluan ke desa Bangli!

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

3 komentar:

  1. Ke pura yang haid dilarang masuk, ya? Azhar mau lihat Banda Aceh dalam 1 tahun ke depan, yang haid dilarang masuk mesjid. Hatta itu pesta nikah.... (hiks, hiks)

    BalasHapus
  2. Itu gambar orang Hindu sembahyangnya keren dehh

    BalasHapus
  3. Fotonya keren-keren kali, Hat!
    Ehtapi judulnya itu 'Kabut Mengebul' kayaknya yang benar itu 'Mengepul' nggak, Hat? :-?

    BalasHapus