#e39608 Tentang Saudara Kandung dan Tempat Bercerita - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Tentang Saudara Kandung dan Tempat Bercerita

Ia adalah bukti nyata di keluarga kami bagaimana mengejar passion. Ia fokus. Tak mengenal lelah, walaupun ku tau banyak hal yang tak mudah dilalui. Namun baginya itu harus dijalani. 



Dari sekian banyak orang yang ingin aku tulis. Ia berada dalam deretan terdepan. Sejak lama aku ingin menulis tentangnya. Atas banyak dan beragam hal. Namun selalu ada masa tepat untuk mengungkapkan itu. Dan masa itu adalah hari ini.

Ibu melahirkan kami hanya berjarak satu tahun. Jarak yang tepat menjadikan kami sangat dekat. Begitu orang-orang menafsirkannya. Jamak pula orang-orang berkata serupa. Dan aku mengiya seksama. Setidaknya dari sekian banyak saudara lainnya, hanya ia tempat mencurah segala hal.

Kedekatan ini bermula sejak lama. Mungkin sejak duduk di bangku sekolah dasar. Aku tak bersekolah sama dengannya kala itu. Tapi letak sekolah kami saling berdampingan. Maka, jalan kaki adalah keseharian kami menuju sekolah. Berceloteh sepanjang jalan. Bergurau tak tahu siang.

Aku teringat, kami harus menerobos ilalang panjang yang tumbuh di bukit-bukit kecil jalan menuju sekolah. Menapaki pematang kecil yang berdampingan dengan sawah basah saat hujan tiba. Terkadang kami satu jemputan dalam motor saat Ibu mengendarainya. Lain masa, kami juga membawa es manis untuk dijual di sekolah saat Bapak-Ibu mengalami kesulitan.

Ia juga yang berdiri di sebelahku saat shalat jumat. Itu dulu. Aku teringat, saat jumat kami selalu pergi berdua. Aku yang lugu dan anak rumahan selalu duduk dalam shaf yang sama dengannya. Berdampingan. Menyelusuri labirin-labirin panjang RSUZA hingga terpekur mendengar ceramah di Masjid Ibnu Sina.

Dan ketika SMA aku pun pernah satu sekolah dengannya. Ia adalah ‘tokoh’ di sekolah. Dari guru hingga penjaga kantin mengenalnya dengan baik. Dan lagi-lagi, terbayangi oleh orang lain adalah bukan kesukaanku. Makanya hingga kini, aku tak pernah ‘mengambil’ lahan yang sama dengannya.

Lahan berbedalah yang kami garap dan tuai masing-masing. Aku menyukai dunia menulis sejak duduk di bangku sekolah dasar. Dan ia menekuni dunia broadcast sejak duduk di bangku kuliah semester awal. Terkadang aku merasa mumpuni untuk sekedar cuap-cuap selayak dia. Setidaknya ini keyakinan dan pengakuan dari teman-temanku. Begitu juga dengannya. Ia juga mumpuni dalam dunia menulis. Setidaknya ia pernah memenangi beberapa lomba menulis. Tulisan blognya pernah hot di media sosial. Walaupun aku menilai tulisannya tidak terlalu spesial.  :p

Tapi nyatanya kami selayak air dan minyak dalam satu wadah. ‘Menyatu’ tapi tetap terpisah.  Tak ada dari kami untuk mengambil ranah yang telah digarap oleh saudara sendiri.  Merasa mampu tapi tak ingin serius. Masing-masing ingin berdiri tegak sendiri tanpa ada bayangan dari siapa-siapa. Maka keseriusan inilah yang terus digali hingga kami menyebutnya passion.

Passion. Ia adalah bukti nyata di keluarga kami bagaimana mengejar passion. Ia fokus. Tak mengenal lelah, walaupun ku tau banyak hal yang tak mudah dilalui. Namun baginya itu harus dijalani. Sebab fokus pada mimpi adalah kesuksesan dalam target  hidup.

Aku teringat sekali dengan ucapannya, “mungkin gaji di bankmu lebih banyak dari aku, tapi untuk masalah bahagia. Aku lebih bahagia,” ujarnya satu malam.
Karena kedekatan kamilah segala hal aku ceritakan pada. Segala hal yang membuatku pusing, bimbang, terpuruk dengan masalah yang tak kunjung reda. Ia adalah orang yang pertama aku ceritakan akan pekara ini. Pekara yang kusimpan sediri hingga menggerogoti pelan.

Ia ada penengah dalam beberapa ‘masalah’. Tentang pekerjaan, kehidupan, FLP, hingga tentang perkawinan. Masih terngiang diskusi ringan yang aku lakukan dengannya. Di dalam kamar, di pelataran mesjid, atau di sudut café. Pernah sekali masa aku dihadapkan pada keputusan sulit, aku menghubunginya. Bergegas menuju tempat ia bekerja pada suatu malam. Dan diskusi panjang mengular hingga larut malam. Dia tidak menveto, tapi ia hanya menasehati.
Dan aku pun terkadang berperan selayak dia. Saat ia ingin menikah, aku adalah orang yang sering ia ajak diskusi. Hingga masalah postingan blognya pun kerap ia ajak diskusi. Terlebih saat hujatan cibiran ramai ditujukan padanya.  

Di mataku ia adalah abang terbaik. Suami yang baik, dan Ayah yang baik untuk putri kecilnya. Tapi hingga sekarang aku tak paham, mengapa ada sebagian orang malah meremovenya dari pertemanan di media sosial.

Ia juga ringan dompet. Jika gajian ia sering mentraktirku. Point ini yang aku senangi hingga sekarang. Kadang-kadang jika siang, ia mengirim kabar; “Aku lagi di café, segera kemari!” itu sinyal kecil jika ia akan membayar segala pesananku. Haaahhahaaa…

Kadang-kadang keramahan ini aku manfaatkan. Jika kelaparan aku mengabarinya untuk ditraktir makan. Syukur-syukur jika lagi tajir aku bisa ajak beberapa teman. Tapi kasihan, akhir-akhir ini ia didera paceklik. Mungkin ini efek dari kemarau panjang.

Entahlah.
Tapi yang pasti, aku menulis ini sebab janjiku kepadanya setahun lalu. Dulu, saat duduk di warung kopi dia sempat berujar, “Kalau saya ulangtahun tolong tulis tentang saya di blogmu,”
Mungkin dia iri, karena aku keseringan menulis tentang teman ketimbang saudara sendiri.
Maka disini, aku ingin mengucapkan.. SELAMAT ULANGTAHUN untuk abangku, untuk teman ceritaku, teman satu kamarku (dulu). Untuk orang yang terus mengomporinku untuk segera menikah (point ini, dia malah bersengkokolan dengan istrinya!)

Untuk ARIEL KAHHARI!
Selamat ulangtahun ke 30 tahun!

8 April 1984-8 April 2014



About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

12 komentar:

  1. huahahaha, bg kalo diajak traktir sma bg ariel lagi, jgn lupakan kmi.

    BalasHapus
  2. Foto kalian berdua mana? Mana? Mana? *drama

    BalasHapus
  3. Balasan
    1. cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer cheer

      Hapus
  4. Tulisan yang bagus, Ferhat...apalagi jika ditambah dialog....ini aja sudah menguras air mata saya....semoga persaudaraan dan pertemanan Anda berdua berkekalan sampai surga...

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih kak Ocha...
      dibaca ulang, ternyata lebih seru kalo ditambahin dialog ya.
      hehe

      Hapus
  5. Artinya usia Bang Ferhat sekarang adalah 29. Nah, menikah kapan? :p

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah sudah dapat traktiran dari bang ariel wkwkwkw :D

    BalasHapus