#e39608 Hadiah Untuk Penghuni Baru - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Hadiah Untuk Penghuni Baru


Siapa dan Waktu Dipertemukan

Sejak awal saya menargetkan menikah direntang usia 28-30 tahun. Entah mengapa barisan umur itu terasa tersusun sendiri. Mungkin bisa jadi, karena orang-orang terdekat−saudara kandung−banyak yang menikah dalam usia serupa. Hanya bilangan sedikit yang memilih menikah muda. Sekolah dan karier kerja menjadi alasan. Mungkin.

Bersebab itu sedikit banyak saya terbentuk pandangan: menikah bukan pekara buru-buru. Bukan adu cepat atau adu hebat. Ia pilihan yang lahir dari banyak pertimbangan dan waktu akan menjawab secara perlahan. Dan dari dulu saya selalu berkeyakinan menikah itu bukan wujud perlombaan layaknya 17 Agustus-an. Tidak ada yang duluan menjadi pemenang atau berada di barisan kalah. Tidak ada yang pertama atau merasa terpilih di urutan belakang.


Tuhan itu pemilik segala rahasia. Ia paling paham waktu tepat untuk dipertemukan dan dengan siapa akan dipertemukan. Cuma waktu. Dan lagi-lagi itu hanya rahasiaNya. Sebab rahasia, terkadang saya cenderung lebih tidak  menjadi gila ketika orang-orang sekitar terlebih dahulu dipilih Tuhan untuk dipertemukan. Tidak menjadi galau hingga meronta-ronta berlebihan di media sosial, mencari-cari perhatian, meratapi nasib hingga orang-orang menjadi ilfeel atau terkesan ‘membanting diri’.  Itu bukan saya sekali.

Suatu ketika, saya pernah membaca sebuah artikel bagaimana memahami perjalanan sebuah jodoh. Dan sedikit mengerti, saya menganggap jodoh itu layaknya menunggu bus di sebuah terminal bus. Masing-masing kita punya tiket dan bus akan datang pada waktu ditentukan. Dari pada meratapi atau merutuk diri selama di terminal, kenapa tidak kita menyibukkan diri sambil menunggu bus tiba. Mungkin ada orang tua renta yang butuh dipapah ke kamar mandi, seorang Ibu yang butuh didorong kardus bawaannya, atau membantu seseorang yang tak paham mengisi formulir keberangkatan.  Hingga akhirnya tanpa sadar, bus datang pada waktu yang ditentukan. Dan kita pun berangkat ke tempat baru.

Saya berusaha memahami artikel itu sebaik mungkin. Menikmati masa kedatangan bus dengan bijak: menulis buku, menabung giat, lanjutkan S2, mengambil proyek-proyek menjanjikan, bekerja sesuai passion, nge-blog gila, hingga berusaha terlibat dalam aksi sosial. Tetapi terkadang cara menunggu ini kerap diusik. Bukan preman terminal, tapi obrolan ala-ala warung komplek dan arisan bulanan. Maka disini saya menyadari tipikal masyarakat kita terkadang kelewat ramah. Entah belajar dimana.


“Kapan Kawin?”

Saya termasuk orang yang enggan mengurusi kehidupan pribadi orang lain. Terlebih lagi tentang jodoh dan pernikahan. Saya meyakini jika jodoh itu urusan tunggal yang Diatas. Maka sejak dulu saya paling jarang bahkan nyaris enggan untuk menanyakan ke teman, saudara, atau siapa pun pertanyaan, “Kapan kawin?”

Sebab pertanyaan kapan kawin bagi saya sama derajatnya dengan pertanyaan, “Kapan mati?” Nggak ada yang tahu. Sebab itu benar-benar urusan Tuhan. Rahasia sekali. Tuhan itu paling tahu kapan waktu untuk dipertemukan dan dengan siapa akan dipertemukan. Saya berusaha memahami masalah ini. Saya mencoba mendengar baik cerita orang-orang terdekat, teman, rekan kerja, dan sebagainya. Semakin berbaur dan memahami kehidupan mereka, saya semakin sadar, hidup dan menunggu bus itu complicated sekali! Bukan seperti menyalakan pompa air.

Di luar sana saya melihat ada yang ingin menikah, tetapi terkendala persiapan. Ingin menikah, tetapi orang tua tidak merestui. Ada yang ingin sekali menikah, tetapi calon mertua tidak merestui. Sebagian ada yang ingin menikah, tetapi ingin menjaga orang tua terlebih dahulu. Ada juga yang sudah memiliki persiapan matang, tetapi nyatanya bus belum juga hadir. Dan ada juga sebagian diam-diam terus bergerak bergerilya menunggu di banyak terminal. Dan itu saya lakukan. Mencoba menabung sebanyak mungkin untuk modal menikah, menunda kuliah S2, menabung emas untuk mahar, hingga gagal membeli sepeda motor baru.

Hingga akhirnya saya menemukan sebuah quote yang kemudian saya ingat kuat-kuat: Jodoh itu udah ada yang ngatur, jadi deketin aja yang ngatur.
Simpel. Tapi mengenanya jleb sekali. 
Akhirnya saya memahami jika modal saja tidak cukup. Ada tambahan yang perlu dituruti: kedekatan dengan Tuhan. Hal yang akhirnya saya pahami sebagai modal utama.

Maka menyadari menikah adalah menyempurnakan setengah agama, saya pun berusaha menyempurnakan diri. Itu saya mulai selepas resign dari dunia perbankan. Memulai dari hal-hal terkecil: shalat tepat waktu, belajar shalat dhuha lebih rutin, buang iri dengki melihat kebahagian orang lain, tendang tunjang dendam kesumat, menjadi pribadi pemaaf, hingga belajar menjadi peserta itikaf.




Dan Akhirnya...

Hingga akhirnya pada suatu siang di pertengahan Maret saya dipertemukan dengan seseorang di selasar masjid. Seorang teman memperkenalkannya melalui BBM dan kami sepakat untuk bertemu.

Asing.

Itu yang pertama kali terlintas saat saya bertemu dengan perempuan itu. Jujur, saya tidak pernah sama sekali berjumpa, berbicara, atau berinteraksi dengannya. Kehidupan kami berbeda. Ia seorang dokter dan saya pegiat komunitas saat itu. Dua dunia yang saling bertabrakan. Tapi entah mengapa, saya merasa Tuhan sedang mengirim tanda kebaikan. Ia mengantarkan seseorang di terminal panjang tempat saya menunggu. Tanda-tandanya pun semakin kuat. Pelan-pelan segala keterasingan ini dijawab. Perempuan itu ternyata adik karibku, ayahnya adalah teman kakakku, pamannya adalah teman iparku. Ini seperti jalan Tuhan mengirim kemudahan. Maka di sini saya mengerti, mungkin ini cara Tuhan menunjukkan dengan siapa dipertemukan.

Lalu kami pun bertukarpikiran, menanyakan komitmen, hingga tujuan hidup. Keputusan pun diambil. Saya menikahi Mira Susanti−perempuan itu−pada pertengahan Juli 2015 silam. Keputusan ini terbilang cepat. Hanya hitungan hari dengan tiga kali pertemuan. Tidak perlu banyak basa-basi. Sebab saya menyakini ini waktu yang telah Tuhan tentukan dan pertemukan.




Hadiah untuk Penghuni Baru

Sudah dua tahun perkawinan ini berjalan. Saya dan Mira menjalani kehidupan seideal mungkin. Berusaha terus dan menumbuhkan cinta sepanjang waktu. Belajar untuk saling memahami dan saling menghargai. Perselisihan kecil kerap terjadi, tapi kami sepakat perselisihan tidak pernah menghadirkan kedamaian. Maka sebesar apapun masalah kami urai dengan beragam cara. Salah satunya dengan berlibur bersama.

Bagi kami, berlibur adalah cara efektif untuk menghadirkan kehangatan dalam kehidupan. Terlebih lagi saya dan Mira dua-duanya bekerja yang menghabiskan banyak waktu di luar rumah. Saya teringat, setahun lalu, kami merayakan anniversary tahun pertama pernikahan di Kuala Lumpur. Menikmati burger di pinggiran jalan Kuala Lumpur sambil mensyukuri dan mengevaluasi diri.

Dan kini, kebahagiaan terasa semakin lengkap. Tuhan telah mengirimkan seseorang dalam rahim Mira. Yah, kami sedang menunggu kehadiran penghuni baru. Anak pertama kami. Kehadirannya direncanakan pada pertengahan tahun ini, tepat di usia pernikahan kami yang kedua. Kesibukan pun mulai terasa. Terlebih lagi saat ini usia kandungan Mira telah memasuki tujuh bulan. Kehadiran penghuni baru ini merupakan hadiah Tuhan paling besar dalam keluarga kecil kami. Sebab kehadirannya telah kami tunggu-tunggu sejak setahun lalu. Kehadiran yang diharapkan dapat mewarnai kehidupan kami lebih baik. Maka tidak ada alasan untuk tidak menyiapkan barang istimewa bagi si kecil.


Kesibukan pun mulai terasa dari sekarang. Saya dan Mira mulai searching di toko online seperti elevenia. Mencari berbagai perlengkapan bayi, seperti baju, sepatu, popok, kereta dorong, peralatan makan, dan beberapa barang lainnya. Terlebih harga barang di elevenia sangat terjangkau dengan diskon sepanjang hari. Bahkan barang yang tersedia sangat lengkap sehingga memudahkan bagi kami. 
Saya dan Mira sepakat untuk membeli barang bagus dan lucu. Karena bagi kami, menyiapkan perlengkapan bayi dengan baik merupakan cara kami mensyukuri hidup. Sekaligus sebagai hadiah bagi si kecil. ***








About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

6 komentar:

  1. Perjalanan hidup yang menginspirasi..
    utamanya di bagian: jodoh itu ada yang mengatur, kalau mau dapat jodoh dekati yang mengatur.

    ini logika yang sangat masuk akal.

    selamat Bang untuk kehidupan barunya, semoga kebahagiaan tidak pernah beranjak dari kehidupan abang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih Daeng...
      kebahagian sempurna juga utk keluarga Daeng

      Hapus
  2. Adsn-nya Apik mas, hihi ;)

    Anyway, selamat untuk calon babynya.. semoga Allah selalu kasih kebahagiaan dan berkah yg tdk putus-putus ya.

    BalasHapus
  3. Barakallah mas. Suka membaca artikelnya :)

    BalasHapus