#e39608 Aidu Studio Kreasi Lima Mahasiswa Salah Jurusan - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Aidu Studio Kreasi Lima Mahasiswa Salah Jurusan




Jalan Tuhan terkadang sulit dimengerti. Apa yang diharapkan tak selalu terpenuhi. Namun, di satu sisi, ada jalan lain yang terbuka, lebih mudah tanpa diduga. Hal inilah yang dialami oleh lima mahasiswa ini. Merasa salah jurusan, terjebak dalam ilmu tak terduga ternyata menjadi kekuatan mereka untuk bergerak dan bersatu. Itulah yang kini mereka lakoni. Kreativitas yang awalnya berdiri sendiri kini berlabuh dalam label yang sama, Aidu Studio.

Adalah Aditya Fitrianto, Fadhli Maulana, Lina Marlina, T. M. Marthunis, dan Muhammad Yussuf, lima mahasiswa Fakultas Teknik Elektro di salah satu universitas terbesar di Aceh, yang berani menjadikan hobi sebagai tempat mengumpulkan pundi. Awalnya kegagalan masuk Jurusan Desain Grafis mengharuskan mereka memutar ide agar tetap menjalankan passion yang telah dibangun.

“Kami semuanya suka desain grafis. Tapi sayang, di Aceh belum ada jurusan itu di universitas mana pun,” ujar Adit—panggilan Aditya Fitrianto—yang akhirnya mengumpulkan beberapa temannya untuk sama-sama kembali menghidupkan passion yang telah dibina sejak duduk di bangku SMA.

Adit mengaku, awalnya ia bergerak sendiri. Namun, seiring bertambah banyaknya pesanan produk dari konsumen, ia harus membentuk tim kecil agar mampu menjalaninya. Maka, ia pun menggandeng keempat teman kampusnya hingga terbentuk Aidu Studio pada 10 Maret 2015.

Nama Aidu pun memiliki makna tersendiri. Adit yang saat ini menjabat sebagai chief executive menceritakan bagaimana Aidu menginspirasi perjalanan usaha mereka.
Aidu itu artinya ‘lima’ dalam bahasa salah satu suku di India. Selain itu, pengucapannya ‘ai du’ (I do), bisa juga dimaknai ‘saya lakukan’. Jadi, kurang lebih, ‘bersama Aidu kami berlima bisa melakukan semua permintaan konsumen dengan kondisi apa pun’,” terangnya.

ini salah satu karya Aidu Studio
Masing-masing personel Aidu Studio memiliki keterampilan tersendiri yang menjadi kekuatan mereka. Aditya Fitrianto cenderung tertarik pada dunia ilustrasi dan desain gambar. Dari tangannya lahir banyak produk ilustrasi seperti sketsa, scrapbook, atau photoscap. Fadhli Maulana ahli di bidang videomaker, Lina Marlina lebih mampu di bidang kreativitas tangan seperti baju fanel, rajut, gelang suvenir, juga sketsa wajah. Sedangkan T. M. Marthunis dan Muhammad Yussuf ahli di bidang animasi dan graphic design.

“Jadi, kita di sini saling melengkapi. Jika ada order dari konsumen, kita tinggal plot-kan ke anggota yang ahli,” ujar Adit yang mengaku pernah mendapat pesanan paket lengkap dari sebuah lembaga bimbingan belajar di Banda Aceh.
“Mereka minta kita desain semua produk dari brosur, baju, video animasi, website, hingga membentuk branding lembaganya.”

Selama menjalankan usaha, Aidu Studio juga mengalami beragam kendala. Namun, ini bukan penghalang bagi mereka untuk serius menggarap apa yang telah dibangun selama ini. Perubahan serta ide segar selalu mereka gali mengikuti perkembangan tren saat ini. Termasuk juga menerapkan strategi marketing yang baik sekaligus membuka jaringan yang lebih luas.
“Kami aktif di media sosial, terutama di Instagram untuk memamerkan produk kami,” akunya.

Manfaat menggunakan media sosial pun dirasakan sangat besar. Setidaknya, setiap bulan Aidu Studio menerima minimal sepuluh pesanan dari berbagai kota di Aceh, bahkan hingga ke Sumatra Utara.
“Bagi kami, bergerak di Aidu Studio bukan lagi sekadar hobi, tapi sudah menjadi bagian dari pekerjaan.”

Menjadikan ini sebagai pekerjaan, fokus penggarapan pun menjadi tugas utama bagi mereka. Hal ini diwujudkan dengan selalu melakukan pembahasan serta evaluasi penjualan dan produk yang rutin dilakukan setiap bulannya di tanggal 10.
“Kita sengaja mengambil tanggal 10 biar sesuai dengan tanggal berdiri Aidu Studio,” Adit beralasan.

Usaha yang telah berjalan beberapa bulan ini pun semakin digarap serius. Saat ini Aidu Studio bekerja sama dengan banyak mitra untuk mendukung usaha mereka. Dukungan yang sama juga mereka peroleh dari orang-orang sekitar, baik keluarga maupun dosen. Akan tetapi, Adit tak menampik, masih banyak penghalang yang mereka alami di lapangan.

“Terutama bahan baku. Di Banda Aceh susah sekali cari bahan baku,” kata Adit yang pernah harus keliling Banda Aceh seharian hanya untuk mencari plastik mika. Selain itu, biaya cetak diakuinya juga terbilang mahal.

“Kita terkadang kepingin cetak di luar Banda Aceh, tapi ongkos kirim kemari terlalu mahal,” paparnya.
Namun, Adit punya tips bagaimana menjadikan Aidu Studio agar sukses dan tetap dilirik para pelanggan. Menurutnya, kunci utama adalah jangan terlalu mengambil banyak keuntungan agar proses produksinya terus berputar, dan tentu saja menjaga kualitas.

“Berjualan itu harus stabil. Kalau produknya bagus, pasti pelanggan datang lagi. Kalau nggak bagus akan ditinggalin. Sama kayak jual makanan,” ucapnya.
Saat ini, di matanya, dunia kreatif di Banda Aceh semakin semarak. Banyak muncul talent baru dengan beragam kreasi. Adit pun berharap potensi ini mampu digarap sebaik mungkin, sekurang-kurangnya ada wadah yang memfasilitasi kreativitas ini.

“Mungkin mahasiswa sudah harus diputar mindset-nya. Bekerja dengan orang boleh dan baik, tapi apa nggak lebih baik kita jadi salah satu yang menyediakan lapangan pekerjaan?” tanyanya. ***



About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

2 komentar: