#e39608 Pesona Bahari Sabang; Surga Wisata Aceh yang Menenangkan - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Pesona Bahari Sabang; Surga Wisata Aceh yang Menenangkan

dermaga di Iboih (sumber: sabangmarine.com)

Bagi saya, Sabang adalah tempat menenangkan dan mendamaikan. Ia serupa senyum Tuhan yang tertinggal di tengah Samudera Hindia dengan segala keindahannya. Saya ingat, pertama kali menginjakkan kaki ke kota ini pada awal tahun 2007. Saat itu, geliat wisata belum begitu bergaung seperti sekarang. Menumpangi feri dari pelabuhan darurat di samping masjid Baiturrahim, Ulee Lheue, saya tak banyak menjumpai turis asing ataupun wisatawan lokal. Kapal juga tak begitu padat. Jauh dari keramaian, baik di Ulee Lheue maupun di Sabang saat saya tiba.

Saya menganggap kota Sabang terlalu sepi dan nyaris seperti kota mati. Kedatangan pertama kali ini membuat saya heran serta kebingungan. Terlebih saat siang hari, kota ini nyaris seperti kota mati. Banyak pertokoan tutup dan menghentikan aktivitasnya. Saya yang datang dari Banda Aceh tanpa membawa sepeda motor menjadi kewalahan mencari makan siang. Terlebih lagi kota ini tidak ada angkutan umum yang lalu lalang di sepanjang jalan. Alhasil, saya pun harus berjalan kaki dari Masjid Raya ke Kota Bawah untuk mencari warung nasi. Hasilnya? Tidak ketemu! Akhirnya, saya hanya mengganjal lapar dengan mie instan. Kembali ke daratan saya berkesimpulan, Sabang tidak terlalu menarik. Biasa aja!

Konon ceritanya, menghentikan aktivitas siang hari di Sabang telah ada sejak masa kolonial Belanda. Dulunya, Sabang adalah kota pelabuhan yang sibuk sepanjang hari. Hampir rata-rata masyarakatnya menggantungkan hidup dari aktivitas di pelabuhan. Bongkar muat di pelabuhan kerap berlangsung pada malam hari. Karena alasan ini, mereka pun mengumpulkan tenaga untuk bekerja dengan beristirahat penuh pada siang hari. Sekaligus waktu ini digunakan untuk beristirahat menggantikan waktu tidur malam yang dipakai untuk bekerja. Kebiasaan ini terus terbawa hingga sekarang, walau nyatanya, pelabuhan Sabang kini tidak terlalu sesibuk dulu. Makanya banyak yang memplesetkan Sabang menjadi Santai Banget!


Itu cerita kali pertama saya berkunjung ke Sabang, nyaris sepuluh tahun lalu saat informasi belum bergeliat dan masyarakat belum sadar wisata. Tapi tak dinyana, tujuh tahun kemudian, tepat tahun 2014 saya kembali datang ke pulau ini. Pelatihan kantor mengharuskan saya mengikuti training hingga beberapa hari ke depan. Sempat berpikir, akan menginap dimana? Sebab bayangan saya, Sabang belum memiliki penginapan yang memadai untuk tempat pelatihan.

Pelabuhan Balohan terlihat dari atas. View ini salah satu wisata Aceh yang ramai dikunjungi
Rupanya pikiran saya berubah saat menjejakkan kaki kembali ke kota ini. Sabang jauh lebih maju dan terlihat lebih siap sebagai daerah wisata. Saya kaget saat sopir pelabuhan mengantarkan saya ke penginapan di atas bukit dengan view indah lautan lepas. Penginapan ini bagi saya terbilang bagus untuk seukuran pulau kecil.
“Penginapan di Sabang sudah banyak Bang, bagus-bagus.” ujar sopir sambil menyebutkan beberapa tempat penginapan di Sabang.

Saya mengangguk-angguk sambil searching di internet. Ternyata benar, Sabang semakin bergeliat. Penginapan tumbuh cepat dengan view pantai sebagai andalannya. Sabang semakin sadar bahwa denyut nadi kehidupannya ada di dunia pariwisata. Kota ini terasa lebih berdenyut dengan icon-icon baru sebagai tujuan wisata. Kota jauh tertata lebih apik, penginapan tumbuh menjamur, banyak lokasi wisata terbaru, ada penerbangan langsung dari Medan, dan yang paling terasa saat saya berkunjung ke Iboih, di sana wisatawan begitu ramai dan padatnya.

Saya menyukai landscape Sabang yang berbukit. Ada Kota Atas dan Kota Bawah yang menjadi urat nadi kehidupan masyarakatnya. Pepohonan tumbuh rapat memberikan keteduhan dan kenyamanan saat beristirahat di taman-taman kota. Kota ini seakan menawarkan ketenangan dan kedamaian bagi siapa saja yang bertandang. Dan tanpa sadar, saya merasakan itu!


Di sini jauh dari hiruk pikuk modernisasi; tidak ada mall, tidak ada cafe gemerlap dengan musik menghentak, tidak ada outlet-outlet ternama di pusat kota, kehidupan tidak terlalu bebas, masyarakat masih menjunjung lokalitas. Sangking damainya, Sabang adalah sasaran utama saya untuk menenangkan diri setelah resign dari pekerjaan di bank yang ribet beberapa tahun lalu. Kesederhanaan ini yang akhirnya membuat saya jatuh cinta pada Sabang. Kejengkelan saya saat pertama kali datang ke Sabang beberapa tahun lalu, seakan buyar seketika.

Tanpa disadari, hingga sekarang, saya sudah empat kali bolak-balik ke Sabang. Berkeliling menikmati indahnya alam Sabang yang tak ada habis-habisnya. Keindahan ini seakan telah dimulai sejak dari pelabuhan Balohan menuju pusat kota. Saya kagum melihat bentang alam dan icon wisata baru bermunculan di Sabang. Seperti icon I Love Sabang di jalan Simpang Elak yang kini jadi tempat berselfie ria para wisatawan. Ternyata icon serupa juga ada di Teupi Layeun dan Nol Kilometer. Ini menurut saya cara efektif untuk mempromosikan Sabang di sosial media.

icon I Love Sabang (sumber: toursabangaceh.blogspot.com)

Bukan hanya di Simpang Elak, saya merasa Sabang adalah paket lengkap tujuan wisata dengan kekuatan masing-masing. Saya pernah merasakan teduhnya pantai Gapang dengan cottage kayu di bibir pantainya. Hal sama juga saya rasakan di Iboih yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Gapang. Di Iboih, saya seakan berada di aquarium raksasa. Taman lautnya begitu indah. Ada banyak koral dan biota laut yang hidup di perairan tenang ini. Terlebih fasilitas wisata terbilang lengkap di sini. Ada banyak penginapan, bertaburan alat snorkling dengan harga murah, bahkan yang tidak bisa menyelam bisa menaiki perahu kaca untuk melihat taman laut sambil mengintari Pulau Rubiah di depannya. Bagi saya, dari sekian banyak tempat wisata di Sabang, Iboih adalah juaranya.

pengunjung yang snorkling di Iboih


pantai yang tenang di Sabang

Saya juga sempat mengunjungi benteng Jepang di Anoi Itam dengan menapaki tangga terjal. Pemandangan di benteng ini luar biasa bagi saya. Tanah landai berrumput padat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia yang luas. Pemandangan sama juga saya dapati saat memilih menginap di Sabang Hill yang letaknya di atas bukit. Dari sana, saya bisa melihat teluk Sabang dengan jelas.

Berkeliling Sabang menyadari saya bahwa kota kecil ini bukan sekedar menyimpan keindahan alam semata. Ada banyak lokasi menarik yang bisa dijadikan destinasi baru di Sabang. Saya menyadari itu, saat seorang teman di Sabang mengajak membeli oleh-oleh khas Sabang: dodol dan bakpia, langsung dari tempat pengerjaannya. Entah kenapa, melihat deretan pekerja membungkus dodol dan puluhan loyang penuh bakpia terasa menarik sekali. Saya berpikir, kenapa home industri ini tidak digarap menjadi tempat wisata seperti pembuatan rokok kretek di Kudus. Sudah selayaknya, wisata kuliner di Sabang digalakkan sebab ada banyak kuliner lezat di kota ini.

Sejarah panjang di Sabang juga bisa dijadikan andalan wisata baru. Pulau kecil ini dulunya menjadi benteng pertahanan ketika perang dan menjadi lokasi persinggahan kapal jamaah haji saat menuju ke Mekkah. Otomatis, di Sabang banyak ditemui tapal-tapal sejarah seperti gedung tua, benteng, hingga bunker. Kalau ini digarap maksimal, saya yakin akan banyak pilihan wisata baru. Saya teringat sewaktu berkunjung ke Padang dan melihat bunker masa penjajahan Jepang dirawat baik dan menjadi destinasi utama di sana. Tak salah, bunker-bunker di Sabang digarap serupa.

banyak spot menarik di Sabang untuk dijadikan lokasi foto
Tapi apapun itu, saya tetap menyukai Sabang dengan segala kesederhanaan dan keindahannya. Saya masih ingin menginjakkan kaki lagi ke sana berkunjung ke tempat wisata baru yang belum sempat saya kunjungi. Saya ingin berkemah di tepi danau Aneuk Laot, merasakan dinginnya air terjun di Desa Pria Laot, melihat langsung kawah volkano di Jaboi, merasa sensasi mandi air panas di Jaboi, makan berpiring-piring mie sedap, hingga mengunjungi Museum Abad Kejayaan Sabang. Ada banyak destinasi wisata yang membuat saya rindu Sabang sejadi-jadinya. ***


  tulisan ini diikut sertakan dalam lomba blog Sabang Marine Festival 2016





About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

0 komentar:

Posting Komentar