#e39608 Mengenang Ramadhan Masa Kecil - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Mengenang Ramadhan Masa Kecil


sumber; tribunnews.com


ENTAH kenapa, setiap Ramadhan datang selalu rasanya ingin bernostalgia. Banyak hal yang bisa dikenang selama Ramadhan berlangsung. Beberapa moment hidup pun serasa berputar: Bapak yang pergi saat Ramadhan ganjil, hingga masa kecil di bulan Ramadhan yang selalu bikin kangen.

Dulu, saat Ramadhan adalah waktu yang paling seru. Saya tinggal berdekatan Rumah Sakit Zainal Abidin (RSUZA)  Lampriet. Tepatnya di belakang perumahan Dokter yang dulu sering disebut area Kakap Satu. Dulunya, tempat tinggal saya tak sepadat sekarang. Banyak tanah kosong yang tumbuh ilalang panjang. Kalau hujan, air menggenangi membentuk danau kecil. Antar rumah terasa jauh dan jarang. Hanya puluhan, bukan ratusan seperti sekarang.

Saat Ramadhan, teringat saat tarawih dulu. Dulu di kampung saya belum ada meunasah. Alhasil, untuk tarawih kami harus berjalan lumayan jauh ke Masjid Ibnu Sina yang letaknya di dalam RSUZA. Letaknya agak sedikit jauh dari pintu gerbang utama. Melewati bangsal ruang inap dengan ratusan keluarga pasien yang hilir mudik di koridor rumah sakit. Masjidnya hanya hitungan langkah dari kamar mayat. Menuju kemari, kami harus melewati jalan kampung yang gelap. Belum ada penerangan saat itu.

Adalah keseruan pada masa-masa itu. Pergi bergerombolan tiga puluh menit sebelum adzan berkumandang. Singgah ke rumah tetangga, menjemput mereka untuk pergi bersama. Berbincang sepanjang jalan yang kerap diselingi cekikikan. Langkah akan semakin gila, jika keasyikan bercerita suara adzan sayup-sayup terdengar. Berlari di sepanjang koridor RSUZA yang panjangnya minta ampun.

Pada masa itu, jarang sekali yang bertandang taraweh dengan sepeda motor. Semuanya berjalan kaki. Jadi jalan kampung riuh. Ditambah lagi, anak-anak (termasuk saya) yang terkadang absen tarawih, memilih bermain lilin di seputaran rumah. Dulu seingat saya,  membakar lilin seakan menjadi pekara wajib saat Ramadhan tiba. Selepas berbuka, biasanya masing-masing berkumpul di rumah membakar lilin di teras, di pagar, atau di dalam tempurung kelapa. Jika seperti ini, siap-siap teras rumah dipenuhi cairan lilin yang meluber kepanasan. Atau beradu lomba, memenuhi tempurung kelapa dengan luberan lilin cair warna warni. Membakar lilin dalam tempurung kelapa juga sering dijadikan penerang pengganti senter saat taraweh.

Itu dulu.

Sekarang, keadaan berubah total. Tempat tinggal saya semakin padat. Rumah tumbuh selayak jamur di musim hujan. Di beberapa titik yang dulunya tanah lapang, kini berubah menjadi perumahan. Komplek dokter, jalan utama menuju Masjid Ibnu Sina, kini digusur berubah menjadi komplek Rumah Sakit baru. Tak ada lagi tanah lapang. Jalan-jalan kini benderang. Semua seakan berubah.
Tak ada lagi yang berjalan kaki beramai-ramai saat tarawih. Tak ada lagi yang singgah ke rumah tetangga memanggil untuk taraweh bersama. Orang-orang (termasuk saya) lebih suka mengendarai sepeda motor. Pergi sendiri disaat waktu padat menjelang adzan.

Membakar lilin? Entahlah, hampir beberapa tahun ini saya tak pernah melihat anak-anak kecil bermain lilin disini. Tidak ada yang berkumpul di teras rumah atau berteriak-teriak selepas berbuka di jalan kampung. Mungkin nonton TV atau pegang gadget jauh lebih menyenangkan bagi mereka. Dulu juga selepas taraweh hanya ada suara tadarus sayup terdengar. Sekarang, ditambah sayup tendangan dari lapangan futsal yang baru dibangun beberapa tahun belakang di depan rumah.

Terkadang, perubahan kerap merenggut hal kebiasaan dari hidup kita. Merenggut hal-hal menarik yang akhirnya cuma jadi kenangan.


Ada yang merasakan hal sama tentang ini?? 

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

4 komentar:

  1. Aku dulu waktu kecil, paling senang kalau bualan puasa datang, karena bisa bakar lilin :D

    BalasHapus
  2. sama eky, tapi anak2 sekarang kok nggak ada lagi ya?

    BalasHapus
  3. Dan, dulu sekali, ketika ceria usia belia, hari-hari sepanjang ramadhan selalu diwarnai dengan dentuman meriam bambu yang meruapkan bau khas asap karbit...

    BalasHapus
  4. ayo diajak lagi anak-anak tetangga bakar lilin, ferhat...hehe iyaa, suka melankolis kalau bulan Ramadhan...kenapa ya...kangen masa kecil..

    BalasHapus