#e39608 Lelaki Poni Halusinasi - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Lelaki Poni Halusinasi




Tiba-tiba banking hall heboh. Satpam dipintu masuk cekikikan. Aku, Lisna, Intan heran. Dari meja teller kami celingukkan melihat kebarisan bangku tunggu.

OOoooo...ada perempuan imitasi didepan. Badannya subur. Montok malahan. Pake baju sempit, celana legging. Rambut dikucir keatas. Keriting kribo dengan warna emas. Beberapa helai kribonya melintir keatas kening. Bibirnya bergincu sedikit merah. Jakunnya bergerak-gerak seirama nafas.

Dia cuek. Matanya fokus main handphone. Sesekali ngelirik nomor antrian, menunggu dipanggil.

Rupanya si "Mbak" ini punya urusan di customer service. Mau buka tabungan, dan Meilani manggil nomor antriannya beberapa menit kemudian.

"Selamat siang, bisa dibantu? Dengan....siapa ini?" Meilani ragu mau manggil Ibu atau Bapak.

"Panggil aja, Mbak Sonia.."

Jeenggg..jenggg...nggak sadar jakunnya bergerak kesana kemari.



Meilani kepingin ketawa. Tapi ditahannya. Takut digampar. Walaupun gini-gini, Mbak Sonia punya kekuatan ganda. Biarpun manis-manis, bodynya tetap bisa ngalahin kuli.

Ketika minta KTP untuk pembukaan aplikasi rekening, baru ketahuan nama aslinya; Harry Hermansyah. Rupanya Mbak Sonia punya bisnis salon diujung jalan sana. Katanya salonnya lumayan beromset besar. Pantesan rambutnya kriwil gitu.

Dan beberapa hari selanjutnya, kisah Mbak Sonia tetap melegenda di ruang kerja kami.  Selain badannya yang asoy geboy, jalannya masih grasak grusuk. Ngak ada kalem-kalemnya. Masuk-masuk, eh udah grasak grusuk sendiri.

Kayak siang itu, ia datang mau nyetorin uang hasil bisnis salon. Aku berdiri manggil nomor antriannya. Walaupun udah tau kalo namanya Sonia, tapi aku agak taku beramah-ramah atau manggilin dia "Mbak". Takut tersinggung kalo salah ngomong. Yang gini-gini sensitifnya kan kuat.

Selanjutnya dia makin jarang datang. Pernah datang sekali dengan teman prianya. Duduknya rapat. Berdua mereka cekikikan sambil nunggu antrian. Lihatinnya kepikiran yang nggak-nggak. *ups

Cerita Mbak Sonia pun tamat disaat itu. Dia makin jarang datang ke kantor. Nyetor uangpun nggak pernah. Padahal duitnya lumayan tajir.

Dan suatu siang datang lelaki mungil. Masih muda. Duduknya kelamaan di banking hall, nunggu antrian yang panjang. Aku udah kelaparan. Masih nunggu shift untuk istirahat. Biasanya kalo kelaparan, trus udah siang bawaan badan nggak stabil. Keingat makan.

Lelaki mungil dengan bibir dikulum trus kaki rapat itu berjalan pelan menuju counter teller ketika aku manggil nomor antriannya.

"Selamat siang bapak, ada yang bisa dibantu??"

Ngah ngeh ngoh dia plenak plenok didepan dengan raut datar. Nggak ada ekspresi. Bajunya berkerah rendah.

Ngapain lagi ni bocah

"Iya pak, ada yang bisa dibantu??"

"heheheheh.." beuh, dia malah nyengir sendiri. Trus nunduk-nunduk malu, dan blezzttt.. poni rambut yang tak seberapa mana itu ia tepis kekiri dengan ujung jarinya. Trus senyum sendiri lagi.

Yaelllaahhh apaan sih

"Bapak mau nyetor??" ulangku sekali lagi.

Dia ngangguk pelan dengan bibir dikulum rapat.

"Slipnya setorannya udah diisi?" Aku tanya sambil mengeram bibir. Udah mulai emosi jiwa, mana lapar lagi. Diajak ngomong kok glendat glendot.

Blezzzztttt... dia lempar lagi poni kesamping. Padahal tu rambut juga nggak panjang-panjang amat. Serasa kayak ada aja yang nempel di dahi.

Karena kelamaan, aku narik trus slip setoran dari tangannya. Dan bisa ketebak, model-model gini pasti nulisnya nggak benar. Masuk ke bank aja, bawaannya nggak pedean.

Tulisannya acak kadut. Tulisan era majapahit berkuasa ternyata masih kebawa sampe sekarang. Mana nulisnya amburadul lagi. Nggak pas dengan kolom-kolom yang udah disediain.

Ooalaaaa..ni bocah kepingin lihat gigi taring kayaknya ni.

"Baapaaakkkkkk, ini slip setorannya salah. Bapak nulisnya kebalik-balik.." aku nunjukin bagian-bagian yang salah ditulisnya.

Dia natap nggak ekspresi. Polos. Trus ngeh ngoh ngeh ngoh sendiri. Trus senyum-senyum sendiri. Ya ampunn, ini orang ngerti kagak ya.

"Seharusnya nomor rekening ditulis disisi ini. Tanda tangan bapak dikolom ini. Trus ini jumlah setoran Bapak..."

Aku ngulangi penjelasan. Berharap dia ngerti trus nulis ulang.

"Jadi harus nulis ulang yaaa??" Huhffh, akhirnya ia bersuara dengan suara minor.

"Iyaaa pakkk.."

"Tapi ini punya orang..."

"Nggak pa-pa Pppaaakkkk, nulis lagi.." sahutku sambil menunjuk meja dashboard didekat pintu masuk. Disana slip setoran dan pulpen tersedia. Berharap dia segera kesana dan benerin nulis slip setorannya.

Eh, rupanya masih berdiri juga!! Ngapain lageee..

"Sekarang nulisnya?" tanyanya polos.

Arrgghgtttt besok subuh!!

"ya iyalah Pak sekarang. Bapak mau nyetor sekarang kan?"

Trus dia ketawa. Sadar mungkin pertanyaannya nggak penting. Sebelum pergi dia tetap melempar poni halusinasinya kesamping. Capeee dehhh..

Sepuluh menit kemudian, dia balik lagi. Berharap nulisnya udah benar dan segera dimulai transaksinya. Dan hasilnya, jreenggg..jreengggg.. sama aja! hiks! Malah makin puyeng lihatnya. Karena kepingin cepat, aku bantu nulis biar segera selesai.

"Nomor rekeningnya disiniii ditulissnyya paakkkkkk #$%&()@%"

Dia ngangguk pelan dengan bibir dikulum rapat. Agak malu-malu ketika mukaku agak sedikit rapat kearahnya.

"trus, nama penerimanya ditulis disudut iniiiiiiiiiiiiii.." tunjukku ke kolom paling atas slip.

Trus aku baca lagi sekilas tulisannya. Nomor rekening yang gak lengkap, penerima dana yang gak jelas. Tulisan kriwil-kriwil kayak mie kelilit pagar. Arrgghhhh oh Tuhaannnn  *garukgaruk dinding

"Bapak mau nyetor kemana???!!!"

Dia natap aku polos, "Ini uang orang, saya mau nyetor karena dia butuh uang..."

"Iyaya pppaakkkkkk, saya juga ngerti. Maksud saya, bapak mau nyetor kemana, nomor rekening yang mana. Ini semuanya salaahhhhhhh %$@(*&!"

Hihihiii..ia tersenyum dikulum. Menutup rapat mulutnya. Awas lu ya kalo lempar poni lagi!

"Coba saya lihat catatannya Pak, biar saya bantu untuk pastikan." tanganku menengadah minta handphone ditangannya.

Soalnya dari tadi dia ngutak ngatik handphone. Kurasa mungkin nama penerima trus nomor rekeningnya pasti di inbox handphonenya. Biar urusan segera selesai.

Tapi, eh, rupanya si bocah ini nggak mau ngasih.

"Nggak usah...hihiiii.." ia menarik handphone serapat mungkin didekap ke dadanya.

"Saya lihat aja pak..."

Dia menggeleng pelan dengan muka memerah. Dan blezzzttt.. dia lempar poni halusinasinya lagi. Ya ellaaahhh, padahal tu rambut cuma seberapa lagi!

"Bapak mau ngirim ke Suprandi?" tanyaku memastikan nama yang ditulisnya acak kadut disisi atas slip setoran. Inipun setelah kuperhatikan sedalam mungkin.

Dia mengangguk pelan, dengan senyum geli sendiri.

"Nomor rekeningnya salah. Coba saya lihat di handphonenya.." Aku menengadah tangan lagi. Berharap dia segera kasih handphone, dan perkara segera selesai.

Dan lagee, dia menarik dan menyembunyikan handphonenya. Masya Allahhhh....

Cari penyakit!

Blassttt..kutarik cepat handphonenya. Rasain lu!

Dia terpengarah, sedikit kaget mungkin. Heran lihat teller kejam kayak bapak tiri. Biarin!

Kubaca inboxnya yang kebetulan terbuka. Mencari nomor rekening dan penerima dana sebenar-benarnya.

...Yank, tolong kirimin donk uang ke rekeningku. Ke nomor ini yaa XXXXXXX. Aku tunggu ya yank..

Jlebb!

Spontan kulihat muka lelaki didepanku yang juga ikut bengong. Rautnya berbeda, dan makin salah tingkah. Ohh pantesann, ketahuan lu!

Dasar aku yang kepingin tau banyak, kubaca beberapa sms yang masuk sambil mengarahkan kursor handphone. Ngelirik sekilas sms manja-manja mereka. Dooddooeee..

Ketahuan! Mereka ber sms-sms ria dengan manjanya. Dengan Suprandi!!

Aku nelan ludah. Segera kukembaliin handphonenya, "uangnya boleh diterima pak.." cepat kuselesain transaksi lelaki didepan itu. Ngak ada lagi senyum dikulumnya, raut polosnya, ataupun jurus lemparr poninya. Dia cuma diam kayak patung. Nggak banyak tingkah.

"Ada lagi yang bisa dibantu?"

Dia menggeleng pelan. Perlahan dia meninggalkan couter teller. Jalan pelan dengan kaki rapat, dengan celana legging ngepas membentuk paha kurusnya. Dan..blesszzttt...dia melempar poni halusinasinya lagi sampe mereng kepalanya. Asyeekkk..

Lekas kuceritakan temuanku ke Lisna. Dia terbengong sampe mangap. Trus ngurut-ngurut dada. Dan tiba-tiba kami teringat Mbak Sonia yang sempat melegenda beberapa waktu lalu. Dan teringat dengan jakun yang bergerak seirama nafas.

Huhf..




#Cerita ini ada di buku terbaru saya TELLER SAMPAI TELER (Elexmedia)

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

8 komentar:

  1. Ferhat cerita-cerita loe bagus deh, kocak sama kayak lu, bikin ane ngakak, ayoo ceptan lu bukuin yaaa, cuma ada beberapa yang menurutku perlu diperbaiki ke depannya, semisal penggunaan kata tempat di rumah bukan dirumah, hahahahah sekian hat, wassalam

    BalasHapus
  2. siipppp...sengkiyu koreksinya han.
    Ini udah ku kirim proposal naskahnya. Mudah2an keterima..

    BalasHapus
  3. assalamualaikum

    ferhat ......cerita-ceritanya bagus kali, suka bacanya, bikin ngakak bacanya, sukses terus ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih kak udah mampir. Blog kak Lisa juga seruuu.. cheer

      Hapus
  4. hahahahaha :-d hati-hati tu bg. di tandai abg pulang ke rumah (b)

    BalasHapus
  5. hahahahah kocak, hasil pengamatannya sangat teramat detail, jd makin ngakak deh :D

    BalasHapus
  6. Huahahahahahha! ini beneran kejadiannya Hat? wakakakg

    BalasHapus