#e39608 PKA Digeeoollllll Dangdut! (Part 2) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

PKA Digeeoollllll Dangdut! (Part 2)

Begitu keluar dari sana. Sayup-sayup terdengar lagi suara hentakan. Bising. Aku dengan Birrul celingak celinguk. Di sebuah stand di ujung sana, kerumunan orang berdesak-desakan. Penasaran kami mendekat.
Oh Tuhan, bukan cuma orangnya aja berkerumun di bawah panggung, tapi juga di atas panggung!!  Semuanya bergeol-geoll dangdut!
Ya Rabbi, sejak kapan dangdut jadi budaya kami??!!! Arrggghhtttt....#korek-korek tanah.




cerita sebelumnya PKA Digeeooolll Dangdut! (part 1)

Segerombolan kaum adam bergeol-geol diatas panggung. Dangdutannya memang menghentak gila (lupa judulnya apaan). Tangan mereka berputar-putar ke udara. Pinggul dipatah-patah kayak iklan encok. Maju mundur, kanan kiri. Maju mundur, kanan kiri. Baru kali ini lihat orang goyang tapi lasaknya minta ampun. Panggung nggak rubuh aja, mungkin udah paling syukur.

Kami berdua menganga di depan panggung. Birrul ngajak untuk beranjak. Aku tolak. Lihat ginian kok mendidih ya. Apa bedanya PKA sama pasar malam kebanyakan. Kadang-kadang kesal lihat acara budaya kesannya jadi murahan. Seharusnya animo masyarakat yang besar kayak ini benar-benar dimanfaatkan untuk jelasin kenalin budaya mereka. Nampilin tarian kek, syair-syair hikayat, balas-balas pantun, atau putarin video tentang potensi wisata. Biar orang-orang pada tau trus mau berkunjung.
Kepingin hiburan nyanyi? Menurutku nggak apa-apa, silahkan. Tapi ya mbok, lebih baek ditampilin lagu-lagu daerah mereka yang kurasa juga nggak kalah menariknya. Lha yang ini kok dangdutan? Rihana? Lagu-lagu band nasional? Ini PKA bukan MTV!! (emosi dah!)

“Tunggu bentar Rul!” aku masuk ke dalam anjungannya. Mau jumpai panitianya. Birrul ikut nyusul.

Celingak celinguk di dalam, memastiin dimana panitianya. Aku sempat mikir, kalo baru nyampe langsung tanya bisa tersinggung panitianya. Atau malah ini memang kebiasaan mereka disana yang aku belum tau. Hmm...

Ku samperin seorang Ibu panitia. Tanya ini itu tentang benda-benda purbakala yang dipamerin. Mata dibuat sedikit melebar, berbinar. Setelah berhhaaahhaa.. hiihiii ketawa sana sini sok ramah. Langsung to the point.

“Ibu, di luar sana kok dangdutan? Kok PKA dangdutan?” SI ibu gelagapan. Sempat terdiam sejenak. Mungkin heran kali ya.
“Eh, kami memang kayak gini. Disana kalau ada acara memang kayak gini,” sahutnya menyebut salah satu daerah. Maksudnya mungkin hal lumrah geol-geol rame-rame di panggung.
“Sampe goyang-goyang segitu rame?” tanyaku polos.
Dia mengangguk, “Bisa sampe pagii...”
Aku melongo, “Dangdutan sampe pagi?”
“Sebenarnya bukan cuma dangdut. Kalau kasidahan bisa juga mereka. Lagu-lagu yang teriak-teriak bisa juga. Bisa semua mereka,” si Ibu makin bangga.
“Disana semua orang bisa nyanyi. Bupati, Kapolres. Semua bisa nyanyi. Kalo ada acara agustusan bisa sampe pagi. Orang kawinan juga bisa sampe pagi,” lanjutnya lagi.
SI Ibu juga jelasin, kebiasaan ini ada sebab warganya yang heterogen. Hadir dari banyak suku yang jelas kebiasaannya berbeda-beda.
Tapi kebiasan pendatang kayak gini kan bisa difilter. Bukan malah dibiasakan yang akhirnya benar-benar jatuh jadi budaya. Kepingin bilang, ah sudahlah.

Aku mengangguk-angguk pasrah. Walaupun agak sedikit kesal, sebab nggak eloklah dangdutan di acara budaya yang ditunggu jutaan orang selama empat tahun sekali. Acara ini dibuat untuk memperkenalkan budaya Aceh yang luar biasa itu. Orang yang gak tau jadi tau, orang yang mungkin udah tau makin tertarik untuk berbuat sesuatu.

Kalo gini, rasanya malu ngajak teman-teman luar daerah untuk bertandang. Orang-orang yang nggak tau sama sekali, malah bisa ngambil kesimpulan yang ngak-ngak, “kok murahan banget ya budayanya?” hadeuuhhh...

Akhirnya aku keluar. Baru menginjak kaki di teras belakang, jiiiaaaahhhh anjungan di sebelahnya juga ikut-ikutan!! Musik menyalak membahana. Padahal panggungnya cuma selemparan batu dari panggung geol-geol tadi. Bayangin, panggung yang berdekatan sambil bersahut-sahutan musik dengan sound system segede gaban.
Arrgggggghhhttttt... bisa kribo kepalaku.

Birrul langsung pergi. Aku segera nyusul. Sepanjang jalan kami geleng-geleng kepala. Lirik ke sebelah, jiaahhh stand Aceh Barat yang tadinya sempat kukagumi nggak ada live musik, eh tiba-tiba ikut-ikutan juga! Mereka lagi cek-cek sound.
Tidaaaakkkkkkk... dangdutan selayak zombie disini. Semuanya ketularan.

Maka jadilah malam itu semua sudut meraung-raung. Pojok sana nyanyi, sudut sana tampilin seni. Sudut sana lagi nyanyi membahana, digeol-geol sampe encok kumat,. si Bapak Informasi juga nggak selesai-selesai dari tadi ngumumin anak-anak hilang.
Haduh! #tolong ambilkan air putih

Menyelamatkan jiwa raga, terpaksa mojok di warung yang semrawutnya subhanallah di samping sungai. Pesan juice mangga yang harganya selangit. Mana cair lagi juicenya. Hahhahahahaa....
Sampah bertebaran dimana-mana. Musik meraung-raung disana sini. Pedagang kaki lima masa’ bodo jualan. Kok gini?

Teringat omongan Ariel, katanya PKA itu bisa jadi semacam miniatur/representatifnya orang kita. Apa jorok, dangdutan, geol-geol, keung kueng, susah diatur, bakai, nggak disiplin akhirnya jadi cerminan kita? Hom lahh... Padahal berharap besar, ajang ini bisa mengedukasi kita tentang apa itu berbudaya baik.

Budaya bukan sebatas kain kasab, pelaminan, peh rapai, tari-tarian, kendi-kendi zaman doeleo. Tapi nggak buang sampah sembarangan juga budaya, break sewaktu waktu shalat juga budaya, macam-macamlah!

Keheranan serupa juga dikabari seorang teman di facebook. Dia sempat ditanya oleh seorang bule yang datang rapi jali berkerundung untuk menghormati kebiasaan disini. SI bule bingung, ini pekan kebudayaan kok segini banget ya. Dengan polos si bule tanya, “this is Aceh’s culture?”
Ya salamm, mungkin si Bule kejebak juga di geol-geol dangdut kali yak!

Seorang teman juga kabari semalam, dengan heran dia kirim pesan, “Bang, ada musik rock tadi di panggung,”
Oh Tuhannn... #balut diri dengan kain kafan.

Tapi overall PKA masih memberikan harapan baik tentang tradisi budaya kita. Ada banyak keunikan daerah, potensi, sejarah, budaya yang bisa didapati di ajang ini.
Insya Allah akan diposting segera tulisan tentang menariknya dari PKA.



#tulisan ini tidak bermaksud untuk menjatuhkan dan menjelek-jelekkan. Just sharing.



About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

0 komentar:

Posting Komentar