#e39608 Masih ada hal seru kok di PKA!!! - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Masih ada hal seru kok di PKA!!!


Alun-alun PKA


Aku akhirnya ke PKA lagi! Kali ini dengan Ariel.

Niatnya untuk melihat hal baik dari pergelaran empat tahunan ini. Semacam punya tanggung   jawab untuk mengabarkan hal positif. Karena tak bisa dipungkiri (terlepas dari geeoolll dangdut), PKA memberi pengenalan tentang ragam budaya kita.

Dibandingkan malam hari, berkeliling PKA ketika pagi jauh lebih menenangkan. Nggak terlalu berdesakan kayak naik haji. Leluasa berkeliling masuk kesana sini anjungannya.


Anjungan pertama kami singgahi adalah kota Subulussalam. Anjungan ini kecil sekali. Baru masuk cuma ada pelaminan saja. Di terasnya dipake untuk jualan benda-benda tempoe doeloe. Aku dan Ariel cuma melongo. Nggak ada guide, panitia yang menjelaskan ini itu. Bingung akhirnya kami turun dari rumah panggung itu.

Hanya bersebelahan, aku singgah ke anjungan Pidie Jaya. Anjungannya besar berbentuk rumah panggung. Di kolong rumah beberapa anak sibuk latihan nari untuk pementasan. Di anjungan ini, ada miniatur yang bikin aku berdecak kagum. Miniatur Masjid Raya Baiturrahman yang tersusun dari pecahan cermin.





motif kerawang (Bener Meriah)
Disini aku juga nggak lama. Kami bersegera pindah ke anjungan sebelahnya, Bener Meriah. Ntah kenapa dari semua anjungan aku suka desain kabupaten area tengah Aceh ini. Motif kerawangnya keren sekali. Dengan latar hitam dengan corak warna warni di permukaannya. Kerawang ini terukir keren di pintu masuk anjungan Bener Meriah. Banyak orang-orang rebutan foto.

Ketika melongok ke dalam. Yah, sama juga kayak anjungan lain. Pelaminan berwarna ungu mentereng. Anak-anak kampus grasak grusuk ambil foto. Sebuah bilik kecil di sudutnya. Di pegangan pintu tersangkut pengumuman kecil “dilarang masuk”. Masa bodo’ aku-Ariel celingukan ke dalam. Oohhh, rupanya kamar pengantin!

Mengelilingi rumahnya yang lebar. Ada dapur di belakangnya dengan susunan kayu bakar. Sebenarnya kepingin banyak tanya. Mau tanya ini itu. Tapi berhubung guide/panitianya ntah kemana akhirnya aku urung. Cari brosur juga kagak ada. Haduh!

Pelaminan (Aceh Pidie)
Berjalan sedikit ke depan kami mampir ke anjungan Aceh Pidie. Sempat heran, ni anjungan kok mirip aula ya. Lebar menganga gitu. Baru masuk, blesstt... lagi-lagi pelaminan terpampang nyata. Hadeuuuhhh. Trus disudut sana sini ada kerajinan kayaknya dari Ibu-Ibu PKK. Kayaknya nggak sampe 5 menit kami keluar. Nggak tau mau lihat apaan. Mampir ke anjungan di sebelahnya, Bireuen!

Anjungan ini dari hari pertama PKA kedengaran heboh. Media banyak ngeliput. Teman-teman di twitter, facebook banyak berfoto-foto narsis disini.  Dengar-dengar kalo malam disini semarak sekali. Lampunya warna warni seantero anjungan.

Secara struktur aku suka bangunannya. Besar sekali dan menjulang tinggi. Halamannya luas, ada taman kecil. Di kolong rumah dipamerin hasil kreatifitas kabupaten. Juga ada brosur yang kurasa sangat lengkap dan lux. Sebagai orang yang bukan terlahir disana, brosur ini kurasa sangat penting. Terlebih info dari guide/panitia nggak aku dapati. Lha, orangnya aja entah kemana-mana. Lewat brosur aku bisa baca sendiri. Di brosur dijelaskan alamat penginapan di Bireuen, lokasi wisata, bangunan bersejarah, bla...blaa...

Naik ke dalam rumah. Pelaminan terpampang besar lagee. Di dalamnya ternyata sepi sekali. Bangunannya luas tapi koleksi barangnya minim sangat. Panitia ngobrol di sudut, sibuk bercerita atau bikin arisan? Nggak tau deh! Pengunjung berlalu lalang melongok-longok sendirian. Nggak lama aku turun lagi.

Sempat kepingin mampir ke anjungan Aceh Tamiang yang bangunannya kuning merona. Dengar-dengar selentingan kabar, anjungan ini sering ada keybord kalo malam. Ntah iya. Tapi berhubung pagi senyap sentosa.

Kuda dari paku (pameran seni rupa)
Aku dengan Ariel akhirnya mampir ke stand Pameran Seni Rupa “Kenduri Cipta”. Wuiihhh, stand ini keren sekali! Dipamerin hasil karya berupa kain batik, ataupun pajangan berbentuk kuda yang tersusun dari paku-paku. Juga ada foto karya Ibu Ani Yudhoyono.

Aku akhirnya mampir ke salah satu anjungan berdekatan panggung utama. Disini aku lumayan lama. Soalnya anjungannya dingin. Tanya ini itu sama penjaga yang standby. Trus juga ada duta wisata yang bertugas. Setelah puas berkeliling, aku iseng tanya ke duta wisata yang nyambut tamu sangat ramah.
“Eh, disini kalo malam ada dangdutan nggak?”
“Oh ada bang, untuk hiburan...” jawabnya bangga.
Blekk!! Untuk hiburan?? Maksud loh!

Aku langsung nepuk-nepuk punggung Ariel dengan buku tamu. Hajar Riel. Hajar Riel! Lahan basah ni!

Selaku pasukan anti penggeoollan dangdut di PKA, jujur jawaban dia bikin aku terhenyak. Masak duta wisata dukung dangdutan di acara budaya? Argghhhtt...
“Untuk hiburan? Memangnya budaya disana dangdutan?” tanyaku.

Dia gelagapan. Dengan suara disetting bernomor duabelas, ia berusaha jawab teratur. “Cuma untuk hiburan aja. Soalnya kalo kita disana banyak pendatang, ada dari Cina, Batak, Jawa, Nias, blaa...blaa...”
“Jadi kalo mau hiburan harus dangdutan? Tarian kan bisa? Disana banyakkan tarian daerah?” tanyaku beruntun. Jiiiahhh kok jadi cerewet yak!

Perhiasan Aceh (Nagan Raya)
Ariel sesekali nimpali. Udah kayak ujian skripsi dah akhirnya si duta wisata. Dia cuma senyam senyum.
“Bagusnya karena ini acara budaya yang ditunggu empat tahun sekali, nggak usah pake dangdut-dangdutan. Kalo dangdutan kita bisa nonton di tipi...” sambungku lagi.

Dia ngangguk-ngangguk. Kami pamitan. Sampe diluar baru nyadar, kasihan juga dianya. Tapi nggak papa lah, setidaknya aspirasi penggeooollan tersampaikan. Soalnya Duta Wisata itu kan iconnya daerah yang menghimpun segala kreatifitas dan pikiran. Kalo dia sendiri nganggap dangdut hal biasa disini, gimana dengan orang-orang yang lain? Hmmm...

Tapi tetap salut dengan Duta Wisata itu. Soalnya keliling ke beberapa anjungan, nggak ada tuh duta wisata yang standby. Atau aku yang datangnya kepagian kali ya?

kerajinan dari kelapa (Sabang)
Di anjungan Sabang aku juga sempat  berceloteh panjang dengan ibu panitia. Menurutku kembali lagi ke daerahnya masing-masing. Kalo ada daerah yang tau potensinya apa, pasti gaya layaninnya semangat. Rasanya kita kepingin ditarik langsung untuk pergi ke daerahnya. Contohnya di anjungan Sabang ini. Si Ibu semangatnya luar biasa ceritain komoditi produk kelapa yang dibuat sedemikian rupa. Bahkan menurutnya, banyak produk-produk ini yang diekspor ke luar negeri. Berulang-ulang ia ngajak kami ke Sabang.

Trus kami sempat mampir ke anjungan Nagan Raya (kalo nggak salah, pokoknya yang paling sudut halaman belakang). Agak kaget waktu masuk kemari, lha pelaminannya ada tiga buah! Entah untuk apa-apa aja. Di lemari kaca dipamerin beberapa perhiasan khas Aceh. Ukirannya rumit dan keren sekali. Lagi sibuk-sibuknya celingak celinguk, disudut sana terdengar grasak grusuk. Eh ternyata ada bule!

Bule dan kue karah
Si bule yang datangnya seorang diri itu celingak celinguk perhatiin beberapa kerajinan yang ada. Mungkin karena suprise sampe ia tanya berulang-ulang. Panitia dibuat sibuk. Haaahhaha...
“This is karah!” ujar seorang panitia yang disambut gelak tawa sebagiannya. Si bule mungkin heran lihat kue yang berputar-putar kayak sarang burung itu.
Dia manggut-manggut. Trus nunjuk-nunjuk lagi ke beberapa produk. Dia nunjuk-nunjuk bulat-bulatan yang memenuhi keranjang.
“This is telur asin!” sahut seseorang. Yang lain udah sakit perut ketawanya. Aku dan Ariel ikut-ikutan. Kepingin bantu. Tapi berhubung aku lebih sering ngobrol bahasa Spanyol jadi kuurung.

Si bule juga senyum-senyum. Mungkin baginya ini lucu banget kali yak! Trus dia nunjuk-nunjuk yang lainnya. Nunjuk anyaman tikar yang terdapat di atas meja. Sebagian panitia mulai sibuk waktu ia tanyain itu.
“This is a blued padee,” jawab seseorang. Si bule senyam senyum. Mungkin kepalanya udah pusing tujuh komplek. Ini orang-orang pada ngomong apaan sehh.
Santai dia malah balik nanya, “khallo yangg iniii aphaaa??”
Jiiiahhhhhhh bisa bahasa Indonesia rupanya! Hahahahhahaa...

istirahat shalat (budaya Aceh sekali ini)
Haduehh! Aku dengan Ariel langsung keluar terpingkal-pingkal. Kami lantas keluar. Berhubung waktu zhuhur tiba. Beberapa anjungan tutup untuk sementara. Bagi aku ini menakjubkan. Mudah-mudahan tutup sementara ini memang untuk pelaksanaan shalat, bukan sekedar makan siang. Kalo maghrib tutup nggak ya?

Terlalu terik akhirnya kami pulang. Tapi overall banyak hal baru yang bisa kita ketahui di PKA ini. Walaupun diluar sana ajang ini mulai dihujat sana sini gara-gara pengelola tahun ini terlalu acak kadut. Tapi jika Anda ingin ke PKA, usulku datang saat pagi atau sebelum ashar.  

Suasana nggak terlalu crowded. Dengan leluasa kita bisa menjamah banyak stand dan bertanya ini itu ke panitia. Cuma sayangnya, ada beberapa panitia/guide yang kesannya ogah-ogahan. Pengunjungnya dimana, dianya kemana. Brosur-brosur juga kurang. Padahal itu penting sebagai info dasar bagi pengunjung. Lha inikan moment tepat untuk jaring wisatawan!

Tapi jika ditanya anjungan mana yang paling berkesan selama aku keliling kemarin. Aku dengan Ariel sepakat anjungan Aceh Timur yang paling berkesan dan bikin kami berdua menganga.
Setelah anjungan Bener Meriah, sebenarnya kami sempat masuk ke anjungan Aceh Timur. Anjungannya mungil sekali. Awalnya aku-Ariel enggan  masuk. Soalnya padat merayap. Tapi berhubung yang kesana rame, jadi penasaran. Ini ada apaan sih?

Ketika masuk aku berkesan dengan lantai kayu rumah adatnya. Lantainya tersusun dari kayu berukuran kecil yang tidak rapat. Ada rongga diantaranya. Jadi bisa lihat kebawah. Ini mengingatkan aku dengan rumah panggung di kampung yang masih sederhana.

Ibu2 bikin ain kasab (foto burem)
Disisi anjungan ada pelaminan. Berbeda dengan pelaminan di kabupaten lain yang kosong melompong, bahkan nggak boleh duduk, disini malah disediain pengantin!!! Huaaaaa... jadilah pengantin ini dikerubuti diajak foto bareng. Keren!!

Berjalan ke sisi kiri, ada ibu-ibu yang sibuk nyulam kain kasab. Baru kali ini mataku langsung lihat gimana proses kainnya dibuat. Berbeda dengan anjungan lain yang bahan baku pembuatannya tergeletak begitu aja. Disini ditampilkan cara pembuatannya. Si ibu dikerubungi. Di foto sana sini.

Ibu & dapur khas Aceh (Aceh Timur)
Berjalan sedikit ke belakang, eh ada dapur! Ada ibu-ibu sibuk masak! Gileee... jadi selain kita lihat dapur ala rumah Aceh dulu, ibu-ibu ini jadi tontonan seru sewaktu memasak. Soalnya mereka lagi sibuk buatin bubur kanji, makanan khas Aceh.
“Bubur ini nanti dijual ke pengunjung,” sahut si Ibu ketika kutanya. Awalnya pikirku mereka masak untuk makan siang. Hahahhaa...

Sambil motong ini itu, si Ibu jelasin macam-macam perkakas khas Aceh. Lampu panyoet yang dulunya pernah ku lihat di film Tjoet Nja’ Dhien. Tempat simpan asam sunti, belanga, kendi, bahkan parutan kelapa yang model duduk itu! Haduhhh!! Tahun berapa terakhir lihatnya yaa..

“Itu juga kami buat disini,” tunjukkan ke arah meja dekat dapur. Disana ada dodol, trus beberapa penganan lainnya. Sambil masak si Ibu juga sibuk nerangin ini itu. Dia juga nunjuk ke sudut ruangan yang ada pameran benda-benda kuno dulu. Aku bergegas kesana.

Tongkat syech Abdurauf Asysingkil (Aceh Singkil)
Anjungannya padat! Sampe dindingnya ditempelin foto-foto bersejarah. Ketika keluar, eh dikasih brosur! Dua brosur lagi yang nerangin Aceh Timur. Mantaiipp!! Niat upayanya jelas kurasa untuk ngabarin apa itu Aceh Timur kepada pengunjung.
So, masih banyak hal menarik di PKA.
Kalo ada anjungan nampilin geoll dangdut, mending boikot aja! Minimal nggak usah disamperin!


SALAM GEOOLL!!!!!


About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

1 komentar: