#e39608 Terkepung Buaya Besar di Medan (Serial Medan eps 6) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Terkepung Buaya Besar di Medan (Serial Medan eps 6)


Penangkaran Buaya di MedanPerjalanan selanjutnya di kota Medan, saya dan teman-teman menyempatkan berkunjung ke penangkaran buaya. Lokasinya berkisar 30 menit dari pusat kota Medan. Ditemani teman-teman FLP Medan, kami menuju kesana. Ternyata kebanyakan teman-teman FLP Medan juga baru kali ini mengunjungi tempat ini. Sebagian bahkan belum pernah mendengar sekalipun ada penangkaran buaya di kotanya. Alhasil, kami pun meraba-raba. Berulang-ulang bertanya kepada penduduk setempat. 
Setelah memutar-mutar beberapa menit. Akhirnya saya dan teman-teman menemukan tempat yang letaknya jauh masuk ke lorong kampung. Penangkaran buaya ini terletak di jalan Bunga Raya II no 59, Desa Asam Kumbang, Medan Selayang. Sebuah gapura warna kuning berdiri dimuka lorong. Jika tidak ada gambar buaya diatas gapura kami juga tidak tahu jika itu jalan utama menuju penangkaran.

Berjarak 100 meter dari gapura, sebuah rumah berhalaman luas di ujung lorong terlihat sepi. Pagar beton menjulang tinggi selayak benteng. Pagar-pagar berduri melintang di atasnya. Di halaman teduh, kami memarkirkan kenderaan. Rumah khas era 80-an dengan atap rendah terletak di pojok halaman. Terasnya yang mungil berdesakan dengan lemari-lemari souvenir yang kebanyakan berbentuk buaya. Jajanan kecil tergantung di beberapa bagian dinding. Dan di bagian dinding berbeda, beberapa penghargaan serta dokumentasi majalah terbingkai rapi.

Rupanya penangkaran ini dikelola secara tradisional, bahkan diklaim terbesar di Asia Tenggara. Halaman belakang dijadikan tempat penangkaran. Pantesan pagar rumahnya menjulang tinggi. Penangkaran ini didirikan oleh Lon Than Muk di tahun 1959. Awalnya tempat ini dihuni sekitar 12 buaya. Penangkaran ini dikelola Lon Than bersama istrinya, Lim Hiu Cu, beserta kedua putranya.

Di teras utama rumah, sebuah meja setinggi dada dijadikan loket masuk ke penangkaran di belakang rumah. Harga tiket dikenakan berbeda-beda. Bagi orang dewasa tiket dibandrol sekitar Rp 6.000. Sedangkan anak-anak (dibawah umur 10 tahun), dibandrol Rp 3.000. Di loket juga terpajang harga untuk pertunjukan tertentu. Untuk pertunjukan buaya dan ular tiket dipatok sekitar Rp 50.000.

Dari pintu di pojok loket, saya masuk ke area penangkaran. Dan ketika saya masuk langsung terpampang beberapa kolam besar yang dibatasi tembok-tembok tinggi. Di dalamnya puluhan buaya bertumpuk-tumpukkan dengan mulut saling mangap lebar-lebar. Ngeriii..

Baru kali ini saya melihat buaya secara nyata. Sempat bergidik awalnya. Mengingat buaya termasuk binatang sangat buas. Buaya-buaya itu berusia muda. Kulitnya pun masih bening-bening. Ada sekitar 50 kolam yang tersedia yang memisahkan buaya-buaya berdasarkan jenjang usia.

Saya sempat melongok ke kolam sebelah. Lha, kok kosong! 
Cuma ada air keruh dengan lumut menempel di dinding kolam. Saya melirik berulang-ulang, tetap kosong. Nekad, saya melongok lebih dalam. 
Huwaaaaa!!!

Ya Tuhan! Rupanya, dipojokkan tembok, buaya besar segede maha gaban lagi bobok siang! Besar sekali. Sangking besar yang melongok kesitu pasti kaget. Nampak nyata tekstur kulitnya yang keras dan kasar. "Keriputnya" berlipat-lipat. Susah bedakan yang mana hidung, mata, sama keriput bawaan. Iseng saya dan Doni tepuk-tepuk tangan untuk pastiin dibagian mananya matanya.

Plokk... plokkk...
Jiiiahhhh, dia melongo. Matanya kebuka. Ngelirik sebentar lalu menutup lagi. Ngantuk bener kayaknya baru pulang ronda. Buaya ini ternyata paling besar di penangkaran ini. Usianya diperkirakan lebih 40 tahun!

Melongok ke kolam di depannya lagi ada buaya unik. Cuma sendirian. Meringkuk nggak ada temannya. Buaya ini, mungkin, jadi inspirasi lagunya Inul Daratista. Kuperhatikan seksama, baru ketahuan, ternyata buaya ini nggak ada ekornya. Buntung!

Saya dan teman-teman bergerak lebih jauh ke area penangkaran yang luasnya sekitar dua hektar ini. Sebuah kolam besar terdapat di sudut penangkaran. Bentuknya seperti danau. Lumut-lumut kecil memenuhi permukaan danau. Tenang. Perpohonan rindang tumbuh belukar di pinggiran danau. Puluhan ekor bangau terbang kemari dan hinggap di ranting-ranting pohon. 
Rupanya, di danau yang luas ini dihuni sekitar ribuan buaya!! Ampun Tuhan...

Yang bikin takjub, danau yang penuh buaya ini airnya tenang sekali. Nggak kebayang kalau iseng-iseng coba mampir ke pinggiran danau, pasti malamnya keluarga langsung baca yasiin.
Danau luas itu dilingkari pagar besi. Di pinggiran pagar tersusun tembok kecil untuk beristirahat. Dari sanalah kami nongkrong sambil lirik-lirik danau. Sesekali, di tengah danau muncul buaya yang ternyata nggak kalah gede ukurannya dengan yang tadi. Jalannya tenang dan pelan. 

Saya sempat perhatikan seekor buaya di danau. Awalnya ia di tengah danau. Kuperhatikan lekat-lekat, ia mulai berjalan. Tenang. Cuma permukaan hidungnya aja yang kelihatan. Makin lama makin mendekat ke arah pagar. Dodoeee... bakal digaruk kayaknya nih. Ketakutan kami bubar dan pindah ke area belakang.

Selain buaya, di area belakang juga terdapat beberapa kandang besi. Di dalamnya selain terdapat anjing juga ada ular pithon! Besarnya juga nggak kepalang tanggung. Melilit membentuk bulatan di dalam kandang. Di sebelahnya juga terdapat kandang bebek. Rupanya bebek ini dijadikan santapan untuk buaya-buaya itu. Bebek ini juga dijadikan atraksi. Pihak pengelola membandrol Rp 30.000/bebek jika pengunjung ingin melempar bebek ke tengah kolam dan melihat loncatan buaya menerkam si bebek. Berhubung ini perjalanan kere, tak satupun dari kami membeli bebek. Menurut jadwal, setiap hari sekitar pukul 16.30 WIB pihak pengelola memberi umpan ke buaya. Kalau kepingin lihat atraksi gratisan mungkin bisa mengunjungi tempat ini ketika sore hari.

Seorang pengelola penangkaran berujar, dibutuhkan 1 ton makanan untuk buaya-buaya ini. Menurutnya, buaya yang paling tua berusia 54 tahun dan ada di dalam kolam. Terdapat dua jenis buaya di penangkaran ini; buaya muara dan buaya sinyulung. Panjangnya berkisar 5-6 meter!

Ketika disinggung, apa kulit-kulit buaya ini dijadikan komoditi fashion. Ia menggeleng. Soalnya belum ada izin untuk memproduksi komoditi tertentu dari kulit buaya. Jadi sebagian buaya-buaya ini dipindahkan ke Banten dan sebagian telurnya dikonsumsi. Bagi yang tertarik berkunjung, tempat ini dibuka dari pukul 09.00 sampai pukul 18.00 WIB.

Ketika kami mengunjungi tempat ini, ramai juga pengunjung yang datang. Padahal tempatnya berjauhan dari jalan raya dan sedikit tersembunyi. Saya sempat membayangkan, jika tempat ini tiba-tiba kebanjiran. Waduhh, gimana rasanya ribuan buaya melalangbuana kesana-kemari. Oh Tuhan, mudah-mudahan jangan sampai.

Menjelang siang, saya dan rombongan pulang. Bersiap-siap kembali ke Banda Aceh. Mengakhiri liburan singkat tapi padat selama di Medan. Melelahkan tapi menyenangkan. (TAMAT)


About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

6 komentar:

  1. Waktu aku sama anak2 ke sana ada buaya yg loncat nangkep burung yg terbang..keren ya! Salam kenal ya bang!

    BalasHapus
  2. Buaya Buntung akhirnya menemukan habitatnya #eh :p ...salam kenal ya bang :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahhahahahaa.... :-s :-s :-s :-s :-s :-s :-s
      Mana oleh2 dari China Jrah?

      Hapus
  3. Enak y jalan-jalan :)

    10th WordPress Anniversary in Banda Aceh: http://www.mrdfi.net/2013/05/10th-wordpress-anniversary-banda-aceh/

    BalasHapus