#e39608 Legenda Patung Sigale-Gale di Pulau Samosir (Serial Medan eps 3) - Ferhat Muchtar - Catatan Seru!

Legenda Patung Sigale-Gale di Pulau Samosir (Serial Medan eps 3)

Saya dan patung si galee-galee

Setelah mengunjungi makam Raja Sidabutar, selanjutnya aku kembali menuju ke komplek patung si Galee-Galee. Patung kayu ini landmarknya pulau Samosir. Rasanya kurang afdhol jika berkunjung ke Samosir, tapi tidak singgah ke tempat ini.
Patung si Galee-galee berwujud lelaki jangkung dengan mata melotot. Atasannya menggunakan jas kelabu dipadan dengan bawahan kain sarung. Bahu kanannya menyamping kain ulos berwarna serupa dengan baju jasnya. Kain berbentuk topi berputar mengikat kepalanya.


Patung si Galee-Galee ini berdiri kaku didepan sebuah rumah adat Samosir. Patung ini dibuat untuk mengenang seorang putra Raja yang bernama Manggale. Dulunya, seorang Raja mengutus putranya, Manggale, untuk berperang. Naas, si putra mahkota itu tewas di dalam peperangan. Raja begitu murung mendengar kabar ini hingga lantas sakit keras. Pihak kerajaan mengundang seorang tabib untuk mengobati sakit Raja.



Ternyata sakitnya Raja berasal dari rindu teramat kepada si Manggale. Diutuslan seorang pemahat kayu untuk membuat patung yang menyerupai si Manggale di tengah hutan. Ditiupnya roh anak kedalam patung. Dengan iringan sordam dan gondang sabangunan, untuk memohon berkat dari arwah leluhur, patung itu dibawa ke istana. Dan Raja takjub melihat reinkarnasi putranya. Begitu kisah singkat patung si Galee-Galee. Aku nggak tau, apa patung ini asli dari masa kerajaan. Atau duplikatnya. Yang pasti, didekat makam Sidabutar, aku juga melihat patung serupa dibelakang rumah penduduk. Di museum Batak juga ada.

Kami sempat berfoto ria disebelahnya. Rupanya patung ini bisa bergoyang. Ada kayu panjang penghubung dari bawah rumah panggung itu. Kayaknya dari sana, seseorang menggoyangkan patung diiringi musik.
"Kalo mau lihat patungnya bergoyang, biayanya Rp 5000," ujar si Bapak yang duduk dibawah pondok. Lha, harus disawer toh pak!
Kami yang hanya berlima segera menyanggupi. Lha murah meriah gitu!

"Tapi ngak boleh kalian aja, harus semuanya.." lanjutnya sambil melirik rombongan anak-anak dengan orangtuanya yang lagi lompat-lompatan didepan patung. Nggak kenal siapa mereka.

Oaallaaa..rupanya kalo mau lihat patung bergoyang, harus rame-rame. Rombongan. Nggak mau rugi juga ni bapak! Karena ribet, kami pergi. Biar aja orang lain yang nonton.

Selanjutnya kami menuju ke Museum Batak. Takjub pertama kali dengarnya. Jarang-jarang ada suku yang punya museum sendiri. Melewati kios-kios souvenir, kami bertanya. Rupanya museum itu letaknya paliiiing ujung jalan. Lagi jalan-jalan menuju sana, eh, ada semacam komplek lagi rupanya.

Batu gunung tersusun tinggi menyerupai pagar. Didepannya ada gapura sebagai pintu masuk. Penasaran, kami rebutan masuk. Terlebih ada rombongan anak-anak ABG dengan dandanan alay juga ikutan masuk. Makin asyik, rupanya untuk masuk ke komplek ini, setiap pengunjung harus sematkan kain ulos dibahunya. Kayak mau masuk komplek candi Borobudur yang harus pake kain batik. Pengalaman baru ni!

Ditangga gapura, kami memilih kain ulos yang paling keren. Lalu sematkan dibahu, dan masuk kedalam komplek. Dan didalam rupanya, oaalaaa...kuburan lagi! Keren ni Samosir kuburan tua pun jadi tempat wisata.

Didalam rupanya rombongan ABG alay tadi udah grasak grusuk duduk ditribun dibawah pondok. Duduk sambil pelototin batu-batu nisan didepan. Aku yang baru masuk juga heran. Lha, udah kemari mau ngapain coba? Masak cuma tongkrongin kuburan tua. Soalnya, lagi-lagi, nggak ada prasasti yang mencerita ini kuburan sopo, kapan meninggalnya, kehebatan dia apa, itu kuburan paling besar punya siapa, kenapa kuburannya harus ditutupi kain ulos, blaa...blaa..

Nongkrongin kuburan
Didepan kami nggak ada pemandu layaknya di makam Raja Sidabutar tadi. Jadi kami cuma melongo garuk-garuk kepala. Diujung pintu masuk baru ada petugas kuburan. Lha, dianya pun sibuk nagih-nagih "uang sosial" ke pengunjung sambil melipat-lipat kain ulos. Berdirinya pun memang bersebelah dengan "kotak amal". Oallaaa....bukannya nerangin dulu kuburan siapa ini!

Yang penting gayaa
Nggak sampai 10 menit, kami langsung keluar. Rogoh rupiah dan nyerahin ulosnya. Sedikit menyesal nggak bawa uang pecahan. Soalnya hampir semua tempat wisata disini ada kotak amalnya. Mungkin kebanyakan dikelola secara tradisional, dikelola perangkat desa atau pihak keluarga terdekat.

Berjalan aku menuju ke museum Batak diujung jalan. Bentuknya rumah panggung, dengan atap sedikit mendongak kedepan. Kecil. Halamannya luas. Ada pondok-pondok istriahat didepannya. Lekas masuk, aku menaiki tangga. Didalam gelap. Rumahnya terbuat dari kayu dengan pajangan museumnya juga kebanyakan dari kayu. Puyeng dah meraba-raba didalam. Dan lagi-lagi, nggak ada keterangan lengkap untuk barang-barang yang dipajang. Si mbak-mbak yang duduk bersebelahan dengan pintu masuk, sibuk main handphone. Pikirku awalnya dia jaga buku tamu.
"tiket masuknya Rp 3000 yaa.. Tapi bayarnya waktu keluar aja.."
Oooooo, rupanya dia penjaga loket.


Museum Batak
Mutar-mutar sampe kebelakang rumah, aku mulai heran. Kenapa ya, pajangan suku Batak itu kebanyakan berbentuk cicak. Sablon baju, ukiran rumah, gantungan kunci, kebanyakan berbentuk cicak. Mau nanya gak tau ke siapa. Daripada nggak tau ngapain, akhirnya aku dan teman-teman berfoto-foto ria menggunakan selendang ulos berlatar kain ulos juga. Berfoto sambil berhaaa hiiihiii.

Mau pulang baru keingat, waduh tiket masuknya belum bayar. Rogoh-rogoh dompet dan tas. Oalaaaa kagak ada pecahan lagi! Keadaan masih gaduh. Teman-teman masih seru-seruan foto-foto. Si mbak itu masih sibuuuukk ngutak ngatik handphone. Kayaknya SMSan. Hmm..kayaknya waktu yang tepat nich! Saat dia jengah, aku langsung ngaciir. Nurunin tangga segera mungkin. Lariiiiiii. Hahahaha...tiketnya nggak kubayar. Haduh! Dara dan Fakhri ikut-ikutan juga. Tapi naas, mereka ketahuan! Naseebbb...

Merasa berdosa nggak bayar karcis masuk. Hiks!! (Yang ginian jangan dicontoh yaaa.. tiket masuk harganya cuma Rp 3000,)

Selepas keliling museum Batak, saatnya berbelanjaaaa.Karena ini tempat wisata, bejibun barang-barang unik dijual. Hayuukk!! kita shoppping.. Jiiiiahhhhh, kalo belanja punya duit. Ampun mbakkk...

(Bersambung)

About Ferhat Muchtar

Ferhat Muchtar
Author/Tourism Writer. Dreamers. Ex Banker. Teller Sampai Teler.
Suka makan kuaci. Tukang koleksi buku.
email: ferhattferhat@gmail.com
Tulisan yang mungkin kamu suka × +

4 komentar:

  1. Melanjutkan ceritamu Hat, dari cerita yang pernah kudengar waktu aku ke Samosir dulu, cicak itu menyimbolkan ke-egaliteran masyarakat Batak. Filosofinya kata mereka cicak itu ada di setiap rumah, ngga peduli orang kere atau orang kaya, begitulahhh.....kalau kamu perhatikan banyak juga ukiran-ukiran yang menonjolkan payudara perempuan, nah itu konon katanya karena mereka sangat peduli atau mengistimewakan perempuan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya han, cicak itu filosofinya persis kayak ente bilang. aku sempat tanya sama penjual souvenir, sewaktu beli oleh2. nanti sesion 4 kusingkat..

      Hapus
  2. hat, berfoto sama patung, jadinya ente mirip sama dia hat :D

    BalasHapus